![]() |
sumber: id.pinterest.com/ctjorhannys |
Manusia adalah
makhluk yang kompleks. Kalimat ini masuk ke dalam pikiran gue sewaktu makan
gudeg di pinggir jalan Malioboro. Gue membuka Spotify, menulis ‘Labirin’ di
kolom pencarian, dan memutar lagu itu. Seiring dengan bait demi bait yang
mengalun, gue mengembalikan ingatan sebelum perjalanan ini gue mulai.
Ketika itu
pertengahan bulan Juli, dan gue kepikiran untuk pergi keluar kota. Seperti
halnya orang yang hidup dalam rutinitas, gue ngerasa harus “menyetop” diri. Gue
pengin liburan. Berhenti sebentar dari ritme yang udah biasa gue jalanin. Gue
lalu ngebayangin hal ini: gue jalan santai di trotoar, memperhatikan kendaraan
dan orang asing yang saling mengobrol dengan bahasa setempat. Gile, gue pasti
kayak pengelana sejati. Sekaligus gembel sejati.
Kebetulan bulan
depannya keluarga gue harus bayar pajak tanah yang ada di Jogja. Gue pun
melancarkan aksi.
‘Udah, aku aja yang
bayar,’ kata gue ke Bokap. Padahal niatnya pengen jalan-jalan aja.
‘Hmmmmm,’ Bokap
berhenti untuk minum teh hangat di meja. ‘Yakin kamu?’
Gue mengangguk
mantap.
‘Ya udah.’ Bokap
meletakkan gelasnya ke meja. Rencana berhasil. Lalu, karena takut nyasar, gue
minta alamatnya ke Bokap. Dia menjawab, ‘Lho, kamu lupa? Itu kan di dekat makam.’
Sebenarnya, gue tahu
lokasi tanah itu. Masalahnya, gue gak mungkin mesen gojek lalu nulis di google
maps: Deket makam keluarga Bapak saya.
Merasa cara tersebut
terlalu kuno, gue minta bokap untuk memberitahu nama jalannya. Paling enggak,
gue bisa lebih mudah mendeteksi buat mesen gojek nanti.
‘Bapak gak hapal nama
jalannya,’ kata Bokap. Dia lalu membuka google maps di laptopnya. ‘Pokoknya
dari makam agak ke barat sedikit, lalu ke utara.’
‘…’
Bokap berhasil
menemukan lokasi tanah dengan google maps. ‘Nih, katanya, menunjuk sebuah areal
berwarna hijau di antara atap-atap rumah.’
Karena gue berangkat
masih bulan depan, nginget hal-hal kayak gini terlalu beresiko. Gue kembali
bilang, ‘Kasih tahu nama jalannya aja, Pak. Kirim ke watsap aku. Nanti aku buka
di hape.’
Bokap menatap mata
gue dalam-dalam. ‘Makanya, ini kamu perhatiin…’
‘Tapi, Pak…’
‘Ya udah. Gini deh,’
kata Bokap, akhirnya luluh juga. ‘Google maps-nya di-print.’
‘…’
Dan di sini lah gue
sekarang. Di dalam warung gudeg, di samping patung singa warna perak, melongo
sendirian. Merasa asing dengan orang-orang di sekitar, entah kenapa ini nggak kayak
yang gue bayangin di awal. Gue ngerasa pengen… pulang.
Mungkin ini ya yang
membedakan cerita di film dan kehidupan nyata. Di film-film, motivasi karakter
utama yang ngebuat dia bergerak, alur berjalan, konflik bermunculan. Kalo
misalnya yang terjadi sama gue ditulis ke naskah Avenger, pasti gak seru.
Hulk: Tony, bantu
aku! Thanos akan datang ke bumi!
Tony: Siap!
*Tony ke kamar mandi*
Tony: Bruce, gak jadi
deh… mager gue.
*Hulk kena radang
otak*
Ya, oke. Gue tahu,
mungkin ini agak mustahil karena kalo dia tetep mager, thanos bakal ngebunuh. Maka
coba kita ganti jadi:
Hulkk: Tony, bantu
aku! Ayo kita bayar pajak!
Tony: Mager aing,
Kang.
(Ini toni abang jual
cendol apa begimana?)
Well, intinya, di
cerita-cerita fiksi, karakter utama selalu punya “landasan” yang kuat untuk
melakukan aksi. Alasan itu yang menggerakkannya. Apa yang dia pilih selalu
didasarkan oleh masa lalu, dan hal-hal yang sedang menimpanya sekarang. Makanya,
ada yang bilang kalau dunia fiksi lebih nyata dari dunia nyata.
Gue menatap sisa
tulang ayam di piring. Memanggil mbaknya untuk membayar.
Ternyata, manusia itu kompleks ya...
...atau gue aja emang yang mager.
Dua-duanya.
ReplyDeleteNggak, mungkin tanahnya yang kompleks. Biasanya dijaga satpam di gerbang masuknya.
ReplyDeleteUdah gitu fiksi harus masuk akal, kan (sekalipun surealis, harus ada logikanya). Kenyataan boleh enggak masuk akal. Dulu sering mikir bikin fiksi mah gampang, tinggal mengkhayal dan memperluas imajinasi, ternyata pas dicoba ... hahaha.
ReplyDelete"GoogleMapsnya diprint"
ReplyDeleteDi ss terus send via wa bisa. Atau lgsung share loc kan bisa juga.
Yah, paling tidak dari sini kita tahu sifat Adi diturunkan oleh siapa.
Kalau nemu cewek cakep di jogja terus mau nganter ke makam sih, kayaknya bakal semangat tuh nyari makamnya dan gak ngelamun banyak hal di warung gudeg. Ya, kalau di pilem-pilem FTV sih begitu
ReplyDeletebukannya udah sesuai keinginan tuh, di?
ReplyDeletepengelana sejati merangkap juga sebagai gembel.
mantap
harusnya lu ajak si mbak penjual gudeg buat ikutan ke tanah tujuan, di. sapa tau rumahnya disekitar sana. enggak jadi gembel deh
Kalau cewek bisa lebih kompleks lagi kayaknya, Di. Beruntunglah Anda terlahir sebagai lelaki. Kalau sebagai cewek, ketika duduk di warung gudeg, mungkin bukan pengin pulang. Bisa jadi pengin diet karena baru inget minggu ini berasa gendutan. Agak random emang.
ReplyDeletekalo menurut ane mager adalah fiksi yang nyata
ReplyDeleteyaa...rumusnya mager = tidur + ngimpi - motivasi