Gue percaya untuk
menuliskan sesuatu, yang, berasal dari dalam hati, seseorang butuh kondisi
khusus. Lagu-lagu kenangan yang membuat patah hati. Barang-barang lama yang
tidak sengaja ditemukan kembali. Deadline pekerjaan yang harus diselesaikan. Lampu
yang dibuat lebih remang. Paling tidak, sesuatu yang membantunya menjadi orang
yang jujur pada dirinya sendiri.
Sudah tiga puluh
menit sejak gue membuka ms word di depan.
Dan sampai sekarang,
lembarnya masih kosong.
Suara burung bercuit
di depan terdengar masuk ke kamar. Sesekali diselingi suara sapu yang
bergesekan dengan aspal. Aneh. Gue yakin sebentar lagi hujan, tapi masih ada aja
yang nyapu sore-sore. Gue menutup laptop, merebahkan diri di kasur sebelah,
lalu membuka blog.
Membaca postingan-postingan
lama terasa amat lucu buat gue. Bagaimana ketika itu, gue bisa dengan mudah
menuliskan apa saja yang gue rasakan. Apa yang gue alami. Kejadian baik. Buruk.
Memalukan. Atau bahkan pikiran-pikiran random yang entah datang dari mana.
Belakangan ini
rasanya sulit buat gue menuliskan hal-hal seperti itu.
Entah jus kreatif gue
yang semakin kering, atau memang blogging sudah mulai terasa kurang asik buat
gue.
Dua hari lalu, gue
tidak sengaja membuka salah satu blog favorit, dan menemukan tulisan ini.
Tulisan yang membuat gue terhenyak cukup lama.
Jenny Lawson, si
penulis, akhirnya merasakan salju di daerah Texas.
Dan gue merasakan
harapan dari tulisan itu. Bagaimana caranya mendeskripsikan hujan dari pohon
membuat gue termenung. Lalu, pelan-pelan, ada rasa hangat yang mengalir di
dada. Semacam perasaan sendu yang bercampur dengan semangat pagi hari.
Kalau dipikir-pikir,
aneh rasanya bagaimana hanya dengan membaca sebuah tulisan, tubuh kita bisa merespons
dengan berbagai macam perasaan. Berbeda dengan film di mana kita dapat melihat
karakter menangis terharu, lengkap dengan iringan musik bernada rendah yang
membuat kita jadi sedih.
Bunyi jatuhnya air
menuju genteng samar-samar terdengar. Satu. Dua. Tiga. Lalu gue membayangkan
titik-titik air ini jatuh di genangan depan rumah. Pantulan pohon di genangan
menjadi tidak jelas karena hujan mulai turun. Lalu suaranya menjadi tidak
beraturan. Rintik-rintik air berubah menjadi hujan. Tirai di samping jendela
terdorong. Angin dingin masuk ke dalam kamar. Gue meremas guling. Hari hujan
datang lagi.
‘’Kenapa gue menulis?’ Gue bertanya sendiri dalam
hati.
Sampai saat ini,
mungkin ini adalah salah satu pertanyaan yang sulit gue jawab. Beberapa teman
bertanya ‘Lo kenapa suka nulis?’ yang kemudian hanya gue jawab dengan ‘Ya suka aja.’ Sebagian lagi gue jawab dengan ‘Yah, namanya juga idup.’
Terus terang,
kayaknya gue belum begitu tahu kenapa gue suka menulis. Kenapa gue mau duduk, diam
berlama-lama menekan tuts ini, bahkan tanpa tahu siapa yang akan membaca
tulisannya. Bahkan tanpa tahu apa ada orang yang benaran sudi mau baca tulisan beginian.
Anehnya, terkadang
gue merasa sedih ketika punya hasrat menulis, tapi sama sekali gak tahu
mau nulis apa. Rasanya seperti terlambat datang ke pertunjukan musik. Ada
perasaan sesak dan kesal yang bercampur jadi satu. Ada semacam perasaan menyalahkan
diri sendiri.
Gue kembali membuka
tulisan lama di blog.
Mengingat beberapa
momen yang pernah gue lewati beberapa tahun belakangan.
Gue tertawa di satu
postingan.
Lalu terdiam lama di
postingan lain.
Di momen ini, suara lain jadi terdengar lebih keras dari sebelumnya. Bunyi hujan di luar. Suara putaran kipas di sebelah. Suara petikan gitar di Spotify.
Atau mungkin ini?
Jawaban dari
pertanyaan ‘Kenapa gue suka menulis’ sebenarnya adalah sesimpel,
supaya gue bisa
mengingatnya lagi.
Bete ngga sih semisal kita mengingat-ngingat lagi kenapa kita nulis. Jujur, gue belajar nulis biar bisa nerbitin buku, tapi semakin kesini, semakin sulit tujuan itu dan nggak bisa gue kejar. Berkali-kali, bahkan sering pertanyaan "kenapa gue nulis" hanya gue jawab dengan... namanya juga idup.
ReplyDeleteingin menangis sedu.
Tanpa harus nerbitin buku, bisa terus nulis apa pun itu keresahannya di blog, buat saya udah cukup, sih. Apalagi kita punya pilihan untuk nerbitin indie. Haha. :D
DeleteKondisi yang tepat untuk menulis itu, gak lagi kebelet pup.
ReplyDeleteKenapa gue nulis? Gak guna lah cuma ngeluarin unek2. But gue kayak tersadar setelah ada beberapa komentar nyasar, 'wah kak..aku tuh...blabla....makasih tulisannya kak.....oh jadi gitu ya....'.
Gak tahu gimana dan kapan tulisan bisa menghegemoni seseorang di antara derasnya dunia maya ini.
Sama, sih, suka heran sama diri sendiri buat jawab pertanyaan soal nulis itu. Saya akui, blog emang udah terasa aneh buat curhat dan kurang asyik lagi entah apa itu alasannya. Atau saya yang terlalu banyak mikir sebelum-sebelumnya. Entahlah. Syukurnya, sekarang udah cuek banget soal nulis di blog. Apa aja saya tulis selama saya nulisnya seneng, atau malah bahagia.
ReplyDeleteBaca tulisan lama terus lihat perubahan gaya nulis dari tahun ke tahun, emang gitu. Tau-tau ketawa sendiri, tau-tau termenung. Hehe. Nulis terus aja, Di. Saya termasuk salah satu orang yang ngikutin kamu sejak lama. Jadi kamu tetep punya pembaca. Iya, saya tetep baca meskipun kadang nggak komentar. :)
Kenapa saya nulis (di blog)? Niat awal sih karena pengen share cerita dan dapet income dari nulis. Hehehe.
ReplyDeleteDulu mikirnya juga nulis itu gampang, nyatanya sama kaya yang loe rasain, Bang. Butuh waktu juga. Malah kadang saya bisa lebih dari 30 menit buat bikin paragraf pembuka di blog. Tulis-hapus-tulis-hapus mulu. :D
Nulis tadinya sesimpel pengen orang tau apa yg gua alami dan dgn gaya komedi berharap mereka terhibur. Tapi lama kelamaan gak begitu. Ada motivasi lain, misalnya dapet uang utk menyambung hidup, jadi portfolio buat lamar kerja, mengeluarkan toxic dalam kepala, dsb. Jadi kalo gua dapet pertanyaan "kenapa suka nulis?" Mungkin jawabannya adalah, butuh.
ReplyDeleteIni merangkum semua keluhan gue tentang menulis dan blog dalam satu postingan. Duh kangen curhat lagi di blog *viva blogger curhat
ReplyDeleteBener banget, Di. Butuh kondisi khusus dan mood yang mendukung. Kalau aku malah ketergantungan banget sih sama dua hal itu. Sama aja kalau kayak mau curhat sama teman, juga butuh dua hal di atas biar bisa benar-benar jujur dari hati.
ReplyDeleteKalau ditanya alasanku kenapa suka nulis, karena nulis membebaskanku. Aku nggak ngerasa dikekang, nggak diatur, walaupun makin ke sini nulis di blog udah nggak sebebas dulu sih. Huhuhuhu.
Baru baca sampai tengah dan baru ngeh, "itu di link sama judul tulisan, kok beda ya?"
ReplyDeleteBaca tulisan lama emang kadang ngangenin sih Di. Sama. Momen-momen yang dulu kita rasain terus kita tulis di blog, jadi kerasa lagi.
Kenapa saya menulis? Bingung juga sih jawabnya bisa sampe sekarang aktif ngeblog. Ya gak aktif2 bgt sih, tapi tiap bulan ada kok. Hehehe
ReplyDeleteMenulis, membuat saya mengingat apa yang sudah terjadi, membantu otak melakukan tugasnya, karena kita sadar keterbatasan otak, sudah layaknya kita membantunya mengingat
ReplyDeletekenapa aku nulis?
ReplyDeletekenapa ya?
haha, aku juga nga tau.
kalau aku inget-inget, setiap kali aku nulis itu karena aku kesepian, nga punya temen ngobrol, tapi pengen cerita.
jadi kalau aku jarang nulis, berarti aku lagi punya temen buat diajakin cerita.
Tulisan yang ini kalau dibaca saat hujan sore-sore sambil mendengarkan lagu ERK dan makan Indomie, ternyata efeknya luar biasa...
ReplyDelete...bikin mikir. Kenapa saya menulis? Karena saya punya manusia. Butuh wadah untuk menyalurkan ide gila. Sesimpel itu.