Baca seluruh bagian Bianglara: klik di sini
SEPULUH – AMANDA
‘Lo inget lagi coba
dosa-dosa lo ke mantan.’
‘Sialan lo, O.’
‘Tapi ini aneh banget
sih. Mencurigakan. Pake ada tulisan “khusus pemberani” gini lagi. Apa maksudnya
coba?’
Amanda memperhatikan
benda itu sekali lagi. Baru kali ini dia mendapat hadiah aneh seperti ini. Dia
berjalan ke sudut kamar, membuka semacam kotak besar berbentuk peti harta karun.
Di dalamnya terdapat barang-barang pemberian mantannya sejak dulu. Mulai dari boneka
pink panther, kacamata, sampai beanie hat. Dia memasukkan lempengan
besi tersebut ke dalamnya.
Eh, tapi bener juga
kata Vio, pikir Amanda. Kata-kata ‘khusus pemberani’ itu pasti ada alasannya. Kalau
diliat-liat, ini bisa berarti salah satu di antara: a) mantan yang jail, b)
sesuatu yang berkaitan dengan hantu. Amanda kembali mengingat perkataan Nyokap sebelumnya.
Si orang yang memberikan lempengan besi ini seumuran sama Amanda. Laki-laki
dengan kemeja flanel biru dan kacamata hitam. Oke, kayaknya tuyul gak ada yang
setrendi itu deh.
Pilihannya tinggal
yang pertama.
‘Gue nggak takut sih,
tapi kok agak serem ya.’ Amanda naik ke kasur, duduk di sebelah Vio. ‘Apa jangan-jangan
si anu ya, O?’
‘Si anu?’
‘Iya. Si anu ngerjain
gue? Waktu itu kan putusnya nggak begitu baik.’
‘Masa sih anu? Tapi
bukannya udah lo anuin?’
‘Iya sih. Tapi kan
bisa aja dia sadar kalo udah gue anuin. Terus jadi bales anuin gue.’
‘Bener juga.’ Vio
ngangguk-ngangguk, lalu diam sebentar. ‘Ini ngebahas anunya bisa udahan aja
nggak?’
Oke, sebelum ada yang
salah paham. Anu yang dimaksud Amanda dan Vio di sini adalah Jordi, mantan
ketiga yang sebelumnya tidak mau diceritakan. Amanda memergoki Jordi selingkuh
di parkiran sekolah. Ketika itu hubungan mereka lagi mesra-mesranya. Begitu
ngelihat Jordi berduaan sama adik kelas, dia langsung copot dan melempar helm
ke wajah Jordi. Dan karena hidup ini tidak seperti film Warkop DKI, helm yang
dilempar nggak masuk ke kepala Jordi, tapi mentok ke tengkorak kepalanya. Abis
digebok, Jordi jatuh pingsan.
Putus paling sadis
sepanjang umat manusia.
Vio mengeluarkan
hapenya. ‘Coba, coba, kita cek facebook si
Jordi. Lo kapan sih terakhir berhubungan sama dia?’
‘Ya nggak pernah lah!’
‘Bukan berhubungan
yang itu dodol!’
‘Oh.’ Amanda ketawa
garing. Dia berpikir sebentar. ‘Abis lulus SMA udah jarang banget. Dia sempet
minta maaf sih. Tapi gue gatau deh dia gimana abis itu.’ Amanda mendekatkan
posisi duduknya ke Vio. Melihat layar yang menampilkan profile facebook Jordi. ‘Eh, itu kok fotonya kayak tulisan gitu sih
dia? Coba liat dong bacaannya apa!’
Mereka bertatapan. Vio
menekan Profie picture Jordi. Dan tulisan di profilnya adalah...
Experience is the best teacher.
Mereka muntah
berjamaah.
Jordi sewaktu sekolah
adalah tipikal anak gaul yang mudah berbaur dengan kalangan mana pun.
Seragamnya tidak pernah dilipat ke dalam celana dan lebih suka nongkrong di
kantin dibandingkan di kelas fisika. Dulu anaknya sangar, sekarang profile picture-nya jadi kutipan motivasi gini. Tampang sadis, hati teletubbies. Mau dibilang apa? ‘Hai. Kamu
ganteng banget deh. Mukanya kayak times new roman.’
Vio menutup aplikasi
Facebook.
‘Kayaknya nggak
mungkin dia deh, Man.’
Perbincangan mengenai
lempengan misterius itu akhirnya selesai pukul 7 malam. Vio harus pulang dan
seketika itu Amanda sadar kalau kamarnya mendadak sepi. Dia membuka peti harta
karun dan mengeluarkan lempengan besi. Membolak-baliknya. Melihat tanggal di
besi tersebut, lalu melirik kalender. Sabtu depan dia tidak ada acara apa-apa. Di
dalam hatinya dia merasa kalau siapapun ini tidak akan membuatnya takut secara
fisik. Namun, di sisi lain, hatinya masih merasa janggal. Sekarang yang ada di
kepalanya hanya Jordi.
Amanda berjalan ke
meja depan kasurnya. Menyalakan laptop, membuka facebook sekali lagi. Ternyata beranda facebook lebih membuatnya tertarik. Ia baru ingat sudah satu (atau
dua?) tahun tidak membuka facebook. Sampai
hari ini tiba. Dan semuanya sudah berubah. Setahu Amanda, facebook adalah tempat untuk mencari teman. Saling tukar-tukaran
status dan berbalas obrolan antar pengguna. Ia juga ingat sewaktu awal masuk
SMA, ia seringkali janjian bersama Sarah, teman kelasnya, untuk online bareng dan main game yang ada di facebook. Tapi yang sekarang ia temukan adalah tempat berbagi video
dan gambar-gambar yang entah dari mana.
Sampai ia
menghentikan gerakan tangannya di mouse.
Kursornya berhenti di
sebuah foto cowok. Seumur dirinya. Hasil share
salah satu teman facebook.
‘Ih kok lucu?’ Amanda nyengir
sambil menekan tombol like… ke foto
kucing yang dimasukkan ke dalam cangkir. Di bawah foto si cowok itu.
Gagal fokus.
Amanda menggeser
layarnya kembali ke atas. Fokus ke cowok itu.
Dwi Abdul Jalak Ahmad
Luthfi Alias Kiting.
Entah apa yang ada di
dalam pikiran dia, tapi Amanda merasa orang ini punya daya tarik tersendiri. Apalagi
ekspresi wajahnya memancarkan aura kebahagiaan. Senyumnya lebar.
Sampe-sampe ujung bibir nempel ke alis.
Masalahnya, apakah
orang ini bisa membantu? Amanda membaca satu per satu komentarnya. Suara
jantungnya mulai terdengar. Dia tahu, kalau orang asing yang memberikan besi
ini berniat jahat, ilmu bela dirinya bisa menolongnya. Tapi bagaimana kalau
orang asing ini menggunakan cara-cara lain? Sudah rahasia umum lagi bahwa ada
orang yang bisa masukin paku ke dalam perut orang lain. Amanda menoleh ke
lempengan sebesar kartu remi itu. Membayangkan benda tersebut masuk ke perutnya
pasti serem banget. Dan bikin repot kalo buang air besar.
Perasaannya masih mengatakan
kalau ada sesuatu yang aneh. Tapi apa? Amanda menekan nama Dwi Abdul Jalak
Ahmad Luthfi Alias Kiting. Membaca informasi yang tertera di profilnya dengan
teliti. Bersamaan dengan itu, Bu Ami, Nyokap Amanda, turun dari lantai dua. Ia jalan
tergesa-gesa ke ruang tamu dan menyalakan tv. Sesekali mengecek grup whatsapp yang berisi ibu-ibu teman
gosipnya di kantor, lalu memindahkan
saluran televisi.
‘AAAKKKKK!’ jerit Bu
Ami histeris, mengetahui berita pertunangan Raisa dengan Hamish Daud.
‘AAAAKKKHHH?!’ Di dalam kamar Amanda
ikutan kaget karena mendengar teriakan Bu Ami. Dia berbalik badan dan melakukan
pukulan sikut ke udara. ‘EAARRGH!’
--
SEBELAS – KITING
Salah satu kebiasaan
unik yang terdapat di dalam diri Kiting adalah: dia jarang pakai baju. Ini
bukan semata-mata karena dengan bugil dia merasa jadi macho. Tidak. Cewek aja
jarang bilang ‘Ih machonyaa! Uwuwuw!’ ke atlet sumo dan lebih sering merespon dengan
‘Amit amit gue amit amit..’ sambil ngetok-ngetok meja kayu.
Kebiasaan ini
dilakukan karena kulit Kiting sensitif, yang membuatnya jadi gampang
berkeringat. Apalagi kalau lagi sauna.
Nah, karena sering
berkeringat, mau tidak mau Kiting harus sering mencuci baju. Daripada harus
sering nyuci dan cepat ngabisin deterjen, dia lebih memilih untuk bugil saja.
Sungguh pemikiran yang ekonomis sekali.
Kiting meletakkan
kantong plastik di lantai. Lalu dengan tangannya memberikan simbol kepada Ridho
dan Soleh untuk duduk sila membentuk lingkaran. Mengajak mereka untuk melihat
sirup pemberian pak RT.
Kiting membuka
bajunya. ‘Lo nggak pada ngerasa gerah apa?’
‘Enggak sih, Bang,’
jawab Ridho, lalu lanjut mengaji di sebelahnya.
‘EH LO JANGAN SAMBIL
NGAJI KENAPA?!’ Kiting panik ngelihatin Ridho. ‘Ehem. Bukan maksudnya gue ga bolehin
lo ngaji ya. Tapi kan kita mau buka ini dulu. Lagian nanti kalo kisah hidup
kita dijadiin film, dikiranya gue kepanasan gara-gara denger lo ngaji lagi. Lo
tahu kan buat gue image itu penting?’
‘Enggak, sih, Bang,’ jawab Ridho lagi, polos bener.
‘Sama dong.' aku Kiting, sambil melihat kewibawaannya berceceran di lantai.
Mereka pun menangis dalam pelukan.
Setelah pelukan, Kiting berusaha mengumpulkan
remah-remah wibawanya kembali dengan berkata, ‘Pokoknya gini. Kalo gue lagi kepanasan,
lo jangan ngaji deket-deket gue. Oke, Do?’
‘Oh, iya, Bang. Maap,
Bang Kiting.’
‘Ya udah. Sekarang
kita buk-‘ Kiting nengok kiri, hendak mengambil bungkusan pemberian pak RT. Tapi
yang ada malah Soleh yang sedang meneguk es sirup dengan penuh birahi. Dia menghabiskan
minumannya dengan beberapa teguk. Meletakkan gelas di lantai, dan tanpa dosa
berkata, ‘Ahhh… Enak, Bang.’ Tidak berhenti sampai di situ, Soleh menginjak remah-remah kepemimpinan Kiting yang belum terkumpul sepenuhnya dengan bertanya, ‘Mau?’
‘Mau dong!’ Ini Ridho
yang jawab.
‘Mau gundulmu.’ Ini
Kiting yang jawab, sambil merebut botol sirup dan membawanya ke kulkas.
Kita tidak akan
pernah tahu ke mana hidup akan membawa kita. Kita mungkin sering mendengar success story dari orang-orang yang
mengawali karirnya dengan ketidaksengajaan. Seorang artis yang bermula karena
mengantarkan temannya casting. Musisi
yang bertemu produser pada suatu kebetulan. Penulis yang berawal dari menulis buku
harian. Persinggungan-persinggunan
itu.
Kiting menatap
lempengan besi yang sebelumnya ia taruh di atas kulkas. Dia sama sekali belum
melihatnya karena menurutnya itu bukanlah barang yang penting. Tapi hal yang
menurut kita tidak penting belum tentu tidak penting bagi hidup kita. Karena
beberapa detik berikutnya Soleh memanggil dari kamar sebelah.
‘Bang, telepon tuh!’
--
DUA BELAS – HERMANTO
‘Dufan itu bukannya
di Jakarta ya, Pak? Yang taman hiburan itu loh.’ Si anak kelas 6 SD mengembalikan
lempengan besi ke Hermanto.
‘Kok bisa ya? Kita
kan di Jogja. Apa salah tulis ya?’
Si anak hampir
menggaruk muka Bapaknya sendiri, tapi masih ditahan. Akhirnya garuk kepalanya
sendiri. ‘Duh. Bukan, Pak. Ini tulisannya Dufan. Nggak ada tulisan Jakartanya.
Tapi Dufan itu di Jakarta.’
'Terus bapak harus gimana?'
bersambung..
Kayaknya gua kudu baca part q dan part 2 nya dulu sebelum mengerti part 3 ini.
ReplyDeleteBtw, pertunangan raisa dan hamish jadi bikin semua shock yaaah.
Iya soalnya nyambung.
DeleteGue belum baca yang part 1 & part 2 nya. Tapi kok senyum lebar sampe ujung bibir nempel ke alisnya ngeselin ya... Ngakak. Lols.
ReplyDeleteWaduh. Baca dulu dongs kalo gitu. :)
DeleteSetelah baca part 3 ,kok gua jadi tergila-gila sama Ridho dan Soleh. Muka kaya times new roman kaya gimana njir
ReplyDeleteMEREKA CUMA FIGURAN!
DeleteAnjir lah. Si Kiting ngingetin sama Ko Chin Teng-nya You Are The Apple of My Eye. Sedikit. Yang soal gak pake baju itu. Bedanya Ko Chin-Teng bugil total.
ReplyDeleteItu yang Hermanto bikin penasaran. Kok dia juga dapat ya? Ini jangan-jangan ada tokoh yang domisilinya di Samarinda lagi. Hehehehe cnd.
Itu... siapa lagi? Semacam orang gila di Semanggi kah?
DeleteYah baru pengin komentar soal You're The Apple si Ko-Teng itu, udah dikomentarin Icha duluan. Tapi emang ada, sih, orang-orang kayak begitu. Tetangga gue buktinya tuh, bapak-bapak tambun gitu. Kayaknya emang gampang keringetan, beli makanan ke warteg pun gak pakai baju. Gue yang kebetulan lagi beli juga langsung enek. :(
ReplyDeletePengin nimpalin sebagai anak, "Ya, Bapak harus ke Jakarta-lah! Gitu aje mikir!"~
Gue padahal nggak tambun tapi gampang keringetan juga. :(
Delete