Gue masih salut
bagaimana teknologi bisa memengaruhi cara hidup manusia. Bayangin deh. Di jaman
manusia purba, kita hidup pindah dari gua ke gua, ngepanahin hewan-hewan buat
dimakan, berkembang biak, laper, ngepanahin hewan lagi. Gitu terus sampe botak.
Kalo diperhatiin, orang jaman dulu kerjanya cuman jalan-jalan, berburu. Nggak
pernah ngaji. Parah! Semakin lama, kita sadar akan kebutuhan, mulai kenal yang
namanya barter. Nuker beras dengan nanas, daging dengan sayur, bengkoang ama Xbox
360.
Setelah muncul duit sebagai alat tukar, kita makin dipermudah. Mau belanja tinggal masukin dompet ke kantong. Jalan ke supermarket. Praktis. Sekarang? Jauh lebih enak lagi. Tinggal
keluarin HAPENYA DOANG. Pencet sana pencet sini. Belanja online dari rumah. Lalu golar-goler deh. Meratapi kemiskinan dan penyesalan yang baru saja dilakukan sambil
nunggu kurir. Gampang abis.
Gue pertama kali
belanja online kira-kira hampir 10 tahun lalu, sekitar awal-awal masuk SMA.
Waktu itu ecommerce belum serame
sekarang. Gosip tentang penjual online yang suka nipu masih banyak. Dan
satu-satunya tempat belanja online yang gue tahu adalah Forum Kaskus. Nggak
kayak sekarang yang udah banyak banget. Bisa nyari di marketplace kayak
Tokopedia, Bukalapak, Blibli. Atau kalau yang niat, bisa nyari akun online shop
di Instagram kayak @gelangkulitexclusive, @kacamatakayu, @ui.cantik.
Oke, yang terakhir kayaknya bukan akun jualan deh..
Tapi tahu gak apa
yang lebih menyenangkan dari belanja online?
JUALAN ONLINE!
Salah satu mimpi gue
emang punya toko dan dapat penghasilan dari jualan. Atau dalam bahasa gaul: entrepreneur.
Yang mana bahasa Cekonya adalah podnikatel. Gue pun gatau gunanya nulis bahasa
Ceko dari entrepreneur barusan, tapi siapa tahu ada orang Ceko yang gak sengaja
nyasar ke blog ini, nemu bahasanya dipake lalu bangga dan bilang ke
temen-temennya di kampus, ‘Tadi gue ga sengaja buka keriba-keribo.com… ADA
PODNIKATEL BROO!!’
Mereka pun bersorak
sorai kayak gini:
Nah, sebelum punya
sendiri, gue merasa perlu untuk memperhatikan problem apa aja yang ada di e-commerce
sekarang. Ini kayak jaga-jaga sebelum nanti gue punya toko sendiri. Biar lebih
spesifik, gue akan ambil contoh Tokopedia. Kenapa Tokopedia? Soalnya kalo ui.cantik
bukan e-commerce. Walaupun akunnya
saya rekomendasikan untuk dicek. Jadi, anggap aja gue jadi penasehat CEO e-commerce dulu. Atau dalam versi
ngarep… Inilah yang akan terjadi kalau Kresnoadi jadi CEO e-commerce Tokopedia.
Satu. Foto adalah koentji!
Buat pembeli, foto
adalah salah satu indikator untuk meningkatkan kepercayaan kepada penjual. Ngeliat
foto di e-commerce itu sama kayak
kita di mall ngeliat baju dari luar etalase. Kita nggak bisa megang bahannya,
ngerasain secara langsung. Tapi bisa mengira-ngira apakah barang itu cocok atau
tidak sama kita. Makanya, foto barang yang dijual harus pas. Nggak boleh
terlalu jelek, tapi juga jangan modal ambil dari google. Bayangkan ada toko
online bernama “PAR CELL” jualan handphone Samsung Galaxy S8 dan SEMUA GAMBARNYA ngambil dari google. Sebagai pembeli, ini pasti bakal ngebuat kita
bilang, ‘GUE JUGA TAHU SAMSUNG GALAXY S8 TUH YANG ITUU!!’ Ini sama kayak ada
teman kita pamer, ‘Gue baru beli Samsung Galaxy S8 dong!” Lalu begitu kita udah
tertarik dan nanya, “Oh ya? Kayak gimana tuh? Coba liat dong!” dia malah jawab,
“Ya kayak yang di tv itu dah..”
Menampilkan barang
dari google memang ngebuat toko lebih “rapih dan bagus”, tapi itu
nggak nyata. Kayak ngeliat cewek cantik, wangi, tapi ternyata Raisa. Mustahil
dimiliki. :(
Begitu juga
sebaliknya. Jangan malah naroh foto dengan gambar yang terlalu gelap atau kecil
sampai kita nggak bisa ngeliihat detail produknya. Ini kan produk jualan,
bukan tersangka penjual cendol pake pewarna sarung. Kalau udah, kasih watermark
deh. Supaya foto kita nggak disalahgunakan sama orang-orang. Karena foto adalah
koentji!
Dua. Video!
Kalau foto sudah
cihuy, sekarang lanjutkan dengan: video! Di era visual ini, video pastinya akan
lebih memiberikan pengalaman yang berbeda untuk user. Kalo gue jadi CEO Tokopedia, gue akan sebisa mungkin memasang
video di berbagai kategori dan meminta pada penjual untuk menampilkan
video yang berkaitan dengan produk yang dijual. Ini pasti akan meningkatkan
kenyamanan calon pembeli. Di samping itu, pembeli akan merasa kalau si penjual lebih aware dan paham akan produknya. Misal,
jual handphone, sertakan video unboxing
atau review handphone tersebut. Kalau
yang dijual adalah barang-barang DIY, sertakan video cara penggunaannya.
Sebaliknya, jangan kasih video yang tidak nyambung. Contoh: Jual kaos, tapi
menampilkan video “Ini Dia Ekspresi Jokowi Saat Melihat Kambingnya Melahirkan!”
Letakkan di sini:
Jangan masukan video
ini:
Tiga. Hilangkan “Barangnya Sesuai Gambar Gan”
Selain foto, review pembeli lain juga merupakan
faktor penting sebelum pembeli memutuskan untuk masukin produknya ke keranjang
belanja. Masalahnya, tidak jarang gue menemukan review di Tokopedia yang hanya
sekadar “Barangnya sesuai gambar gan.”. Buat gue, ini sangat disayangkan.
Kenapa? YA KARENA EMANG HARUSNYA GITU! Udah sepantasnya si penjual mengirim
barang yang sesuai dengan gambar. Gak pernah kan kita ke sebuah restoran sushi,
misalnya. Begitu makanannya dateng kita mengacungkan jempol dan bilang, ‘Wah
sushi-nya sesuai gambar! Mantap nih restoran!’
Banyaknya jenis ulasan
seperti ini mengindikasikan dua hal: 1) memang banyak penjual yang mengirim
barang tidak sesuai (makanya begitu dapet yang sesuai gambar langsung bangga),
atau 2) Pembeli tidak tahu harus mengisi apa. Untuk poin pertama tentu masalah
ada pada tim kurasi Tokopedia supaya lebih selektif dalam menyeleksi penjual. Sementara
untuk poin kedua, Tokopedia bisa memberikan “poin-poin ulasan detail” yang
dapat diisi oleh pembeli. Misalnya, setelah si pembeli mengonfirmasi penerimaan
barang, Tokopedia memberikan survei berupa “Seberapa baik kemasan yang
diberikan penjual”, “Seberapa baik produk berfungsi”, “Seberapa baik komunikasi
penjual?”. Lalu pembeli tinggal mengisi antara 1-5, dari yang paling buruk
sampai paling baik. Baru setelahnya, si pembeli mengisi ulasannya seperti
biasa.
Empat. AI AI AUOOOO!
Pernah gak ngerasa
pengin suatu barang, tapi gatau namanya apa? Kayak misalnya kita liat orang
bisa nulis pake pensil di hape, dengki, terus diam-diam pengin punya juga. Karena
nyopet adalah tindak kejahatan, akhirnya kita memutuskan untuk beli.
Masalahnya… kita nggak tahu nama benda itu apa. Alhasil nulis di kolom
pencarian Tokopedia kayak gini:
Yang muncul malah pensil
Barbie. :(
Inilah pentingnya customer service yang cepat tanggap. Sayangnya,
terkadang kita harus menunggu 5-10 menit untuk mendapatkan jawaban dari CS. Dan
bagi beberapa orang, ini kelamaan (kecuali CS-nya gebetan kamu). Nah, di
sinilah fungsinya AI (Artificial Intelligence) dalam bentuk chatbots. Ini
mungkin mirip-mirip aplikasi SimSimi jaman dulu di mana kita suka nanya-nanya
sama dia. Tokopedia bisa kerjasama dengan start up di bidang ini. Di Indonesia
sendiri ada kata.ai yang merupakan pindahan dari
YesBoss. Dengan bantuan chatbots, dia jadi bisa menerjemahkan “pensil yang
bisa dipake untuk nulis di hape” menjadi “stylus” hanya dalam waktu singkat. Penjual
senang karena ketemu pembeli, pembeli pun jadi tahu dan bersorak, ‘AUOOOO!’
Ps: Dengan adanya
chatbots, customer service dapat diberikan
informasi yang sifatnya lebih personal. Seperti model pakaian yang sedang tren
dijual, produk kecantikan Alhasil, user merasa lebih diperhatikan.
Lima. Mana Paketku?
Meskipun Tokopedia
merupakan marketplace dan bukan
penjual, tapi dalam kaidah perdagangan mana pun, pembeli adalah raja. Dan
seringkali si raja ini bertanya-tanya, ‘Mana paketku?’ Entah itu ke penjualnya
langsung, ke Tokopedia, atau ke konter pulsa (kalo yang dia beli paket kuota
internet). Nah, demi mengurangi hasrat si raja ngomong ‘mana paketku?’ terus,
pihak Tokopedia dapat meningkatkan armada pengirimannya. Bisa dengan menambah
agen dan bekerja sama dengan start up di bidang logistik kayak deliveree, atau
yang lainnya. Atau memberikan kemudahan untuk dapat mengambil paket ke convenience store seperti indomaret dan
alfamart. Hal ini akan membantu pembeli yang gak di rumah saat kurir datang.
Kira-kira ini 5 hal
yang akan gue lakukan kalo jadi penasehat e-commerce
Tokopedia. Atau kalo gue jadi CEO-nya sekalian. Hueheheh. Kalo menurut kamu apa
yang harus dibagusin dari e-commerce di Indonesia?
Yuk kita diskusi biar belanja online mmakin asoy! \(w)/
*) Tulisan ini
diperuntukkan bagi iprice.co.id
Wahaha, gue sering banget tuh nggak tau nama produk. Untung gue ngerti istilah "pulsa", jadinya nggak perlu nyari "benda tak berwujud, tak bisa disentuh, bisa memenuhi hasrat pecandu internet".
ReplyDeleteKalo foto, emang penting banget ya. Apa aja sekarang wajib ada fotonya. Mau belajar aja upload foto buku soal dulu di Instagram Stories.
Awalnya bilang nggak tahu nama produk, tapi contohnya ngasih tahu. Pencitraan!
DeleteKebanyakan kalau lagi berburu barang di toko online gambarnya dari google, padahal gak sesuai aslinya.
ReplyDeleteKm kok tahu kegiatan manusia jaman dulu? Emang udah lahir ya wkwkwk.
Sedihnya itu kalo udah sampe terus beda. Eh nggak boleh dituker. :(
DeleteBagus banget ini tulisan. Mengedukasi sekaligus menghibur. Saya kira kalau kamu jadi CEO bikin tambah rusak. Ternyata idenya keren.
ReplyDeleteBiar masyarakat yang menilai...
DeleteJadi kapan ngelamar jadi CEO Tokopedia? HAHA
ReplyDeleteBiar masyarakat yang menilai...
DeleteJadi kapan nih balik lagi jadi manusia purba?
ReplyDeleteBiar masyarakat yang menilai...
Deletemas aku nanti belanja gratis ya... (kedipin mata)
ReplyDelete100%.
DeleteHahahaha lucu banget itu yang nyari nama produk yang gak tau namanya.
ReplyDeleteAku sering belanja di tokped juga, so far memuaskan sih, aku pilih2 seller jg sama yg banyak ulasannnya :D
Yang penting jangan sampe salah ya. :D
DeleteAnjaylah keren banget Inovasi lu bang krib.
ReplyDeleteAku aja ga kepikiran sampe sejauh itu.
Tapi pas baca point-pointya aku langsung angguk-angguk.
ternyata marketplace sekarang masih banyak kekuranganya ya.
btw kayaknya ide-ide ini muncul dari pengalaman bangkrib sendiri yah mueheh
Biar masyarakat yang menilai..
Deletejadi, milih buka lapak atau tokopedia?
ReplyDeleteatau malah milih isyana? hah? sekalian sama raisya?
rakus amat ih.
Biar masyarakat yang menilai..
DeleteMau belanja tapi nggak tau nama barang itu memang meresahkan, ya. Aku malah kepikiran baiknya marketplace sekarang mulai nambahin fitur #hashtag (atau udah ada?) biar enak buat nyari pendekatan. Misal mau nyari "cincin yang biasa dipasang di belakang hape biar mempermudah selfie dengan satu tangan" tinggal klik aja hashtag #BalaBantuanSelfie
ReplyDeleteBoleh juga sih, malah jadi bisa sekalian promo event ya.
DeletePemikiran yang super keren!
ReplyDeleteSempet geli waktu baca komentar pembelinya sesusi gambar. Jadi inget orang yang beli online katanya gak sesuai gambar😂😂
Gambar emang penting! Tapi jangan sampe gambarnya lebih bagus dong. Ntar yang beli merasa ketipu. Ckckk
Sedih kan kalo beli toko onlinenya nggak sesuai gambar.
Deleteketje dah bang...kirain isinya bakal absurd-absurd'an, eh ternyata...*standing applause dah gue*
ReplyDeletebener juga ya yg masalah review itu, ya walaupun belum punya lapak di e-commerce manapun tapi misal isinya cuma penuh sama "barang seperti gambar" bakal bosen dan keliatan kurang pro gimana gitu..wajib dibaca sama semua CEO e-commerce sepertinya tulisan ini
Biar masyarakat yang menilai..
DeleteSUDAH CEK HATI SEBELAH?
ReplyDeleteAHHH...SEBEL... AH....
WKWKWKWK...
Great idea !
ReplyDeleteitu dapet ide habis semedi di mana ?
gak pernah belanja online sih. tapi dilihat dari review tadi emang banyak kekurangan. temenku pernah ketipu juga. barang emang mirip sama gambar. sayangnya baru seminggu udah rusak
Baru seminggu udah rusak. Sedih banget sih itu. :(
DeleteAku termasuk orang yang hobi belanja orang. Foto dan review orang lain emang jadi penentu mau beli barangnya atau gak.
ReplyDeleteHobi belanja orang? Kok agak serem ya...
Delete@ui.cantik hahahahahahaha atuhlah. Aku hobi belanja onlen, dan foto emang jadi salah satu penentu. Apalagi kalau ditambah caption yang cukup menjelaskan apa yang difoto, lebih seneng sih kalau udah ada harganya. Kalau nanya harga harus chat, rasanya males. Aelah nanya doang mesti nge-add wa/line dia, beli aja belum tentu hahaha :P
ReplyDeleteIni pasti belinya di instagram ya. Kalo di e-commerce kan udah ada harganya. :p
DeleteAuoooo...e-commerce kudu bisa mengartikan bahasa planet dan bahasa alay, hihi. Kalau saya sih udah seneng bgt sama priceza.co.id fitur bandingin harganya udah TOP. Mungkin kombinasi banyak fitur dari e-commerce lainnya bikin makin OK yak...sekalian filter penjual dan pembeli anti PHP
ReplyDeleteKombinasi kayak apa tuh?
DeleteTadinya gua pikir ini artikel lo tulis cuma buat maen-maen..
ReplyDeleterupaanyaaa..
isinya keren banget..
penuh dengan saran-saran yang keren..
maaph yah tadi udah mikir yang enggak2..
:D
Biar masyarakat yang menilai..
DeleteHahaha bener banget itu pas mau belanja gak tau nama barangnya apaan. Asal nulis sepengetahuan kita doang.
ReplyDelete