Hari itu, gue sedang
tidak ingin membayangkan siapapun. Gue hanya ingin merenung sepanjang
perjalanan Jakarta - Yogyakarta. Meletakkan ransel hitam di kursi sebelah
kanan. Diam di pinggir jendela bus, menatap pantulan diri gue sendiri, di balik
gelapnya sisi jendela.
Mungkin orang-orang
akan menganggap ini seperti dalam Eternal Sunshine of the Spotless Mind, atau
bab Di Balik jendela buku Cinta Brontosaurus. Padahal, gue sama sekali tidak
ada masalah sama percintaan. Gue hanya merasa, semakin kita bertambah umur,
kita jadi sadar bahwa pilihan yang kita ambil akan menentukan masa depan kita. Ke
kiri atau ke kanan. Karir atau pernikahan. Rumah atau mobil. Kebahagiaan atau
kemapanan. Bagaimana ketika pilihan-pilihan itu kita tentukan, semuanya akan
berpengaruh pada langkah yang diambil. Besar atau kecil. Sekarang atau nanti.
Dan gue pikir, 12 jam
ke depan akan jadi waktu perenungan yang baik.
Gue ingin memikirkan,
apa yang harus gue
lakukan ke depannya.
Sayangnya, perempuan
setengah baya dengan kerudung pink dan kardus di tangannya membuat rencana gue
gagal. Dia meletakkan kardus di lantai kursi sebelah kanan gue. ‘Mau ke mana?’
‘Jogja. Hehehe.’ Gue lalu
memalingkan wajah ke kiri. Memasang headset.
Dari jendela, samar-samar
terlihat bayangan si ibu ini yang sedang mengobrol dengan perempuan seumuran
gue di kursi seberang kanan. Di belakangnya, puluhan mobil berderet diam. Jalan
tol Jakarta sore kenapa macet gini. Apesnya lagi, lubang AC di bagian atas
kursi gue bolong dan anginnya tepat mengarah ke kepala. Akhirnya gue memasang
hodie, senderan di jendela, berusaha untuk merem.
Tapi gak bisa.
Akhirnya kembali nengok
ke ibu di samping.
Gue paling gak suka
situasi awkward gini. Duduk lama berduaan dengan orang yang sama sekali asing
rasanya aneh banget. Mau ngapa-ngapain jadi serba salah. Mau ngajak ngobrol
kesannya sok asik, tapi kalo diem aja garing banget.
‘Anak saya seumuran
kamu, lho.’ Si ibu membuka pembicaraan. Untung aja.
Gue mematikan music
player di hape. ‘Wah, masa?’
Si ibu mengangguk
mantap. ’Iya. 26 tahun. Baru aja nikah bulan kemarin.’
Gue melihat raut
wajah yang aneh dari si ibu. Seperti ingin berbicara sesuatu, tetapi menunggu
dipancing. Akhirnya gue gajadi blang: ‘BODO!’ dan lebih memilih untuk kembali
mengatakan, ‘Oh ya?’
‘Iya. Kamu udah nikah
belum? Saya ini seumuran ibu kamu kan ya?’
Gue memerhatikan
wajahnya lebih dalam. ‘Iya deh kayaknya. Ibu saya lima puluhan sih.’
‘Saya belom lima
puluh!’ Si ibu nyamber cepet.
Gue kaget dengan
respons si ibu. Dan menyesal kenapa beberapa detik sebelumnya gak nyamber: ‘SAYA
JUGA BELOM DUA ENEM!’ Akhirnya gue bilang, ‘Saya belum nikah sih, Bu.’
Setelah mendengar
jawaban gue itu, si Ibu ini tampak bersemangat (semangat pengin cerita, bukan
mau nikahin gue). Dia kemudian bercerita panjang lebar tentang anaknya yang
lulusan ITB. Mendapat beasiswa semasa kuliahnya. Bekerja di salah satu
perusahaan minyak ternama. Anak sulungnya yang dia kenal penurut, dan jadi
berubah semenjak mengenal perempuan pilihannya.
Gue sendiri agak
kaget karena si ibu berani cerita hal-hal pribadi kayak gini ke gue yang bahkan
namanya aja dia gatau. Atau mungkin dia memang sudah memendam ini sejak lama,
tapi tidak tahu harus menceritakannya ke mana. Lagipula, itu kan enaknya cerita
sama orang yang kita tidak kenal. Sehabis cerita, lega, dan hilang begitu saja
seiring dengan perpisahan nanti.
Si ibu ini kemudian
menceritakan tentang si perempuan ini. Tentang ia yang lulusan UNJ. Tentang ia
yang sering datang ke rumah dan terus menerus minta dilamar. Bagaimana ia
membuat si ibu marah untuk pertama kalinya. Bagaimana pada akhirnya, si ibu
tidak tahan untuk berada di ruangan resepsi anaknya, dan memilih untuk pulang
sebelum acara berakhir. Bagaimana ia punya dilema besar karena di satu sisi
membencinya, tapi di sisi yang lain, anaknya begitu menyayanginya.
Mendengar cerita si
ibu, gue malah jadi mengingat-ingat sendiri. Sejak jaman dulu, untungnya nyokap
selalu oke-oke aja sama (mantan) pacar gue. Gue ga bisa ngebayangin apa yang
akan terjadi kalau hal ini terjadi di hidup gue. Harus memilh di antara dua
cewek yang bener-bener gue sayangin nantinya: nyokap dan istri.
Tentu teorinya
gampang. Gue gamau dikutuk jadi batu, jadi milih nyokap. Tapi kenyataannya? Oh,
gue bahkan gak sanggup buat sekadar mikirinnya.
Cerita ini terus
berlanjut sepotong demi sepotong. Seperti rangkaian puzzle kecil-kecil yang gue
susun sendiri. Terkadang cerita berhenti karena kami harus turun untuk makan
malam. Terkadang, ceritanya terputus karena gue yang tidak tahu harus merespons
apa, dan memilih untuk mengangguk saja.
Sampai pukul lima
pagi, si ibu ini bersiap turun di Purworejo.
Sambil mengemasi
barang-barang, dia bilang, ‘Kamu boleh percaya atau enggak ya, tapi sukses atau
hancurnya seseorang itu gara-gara cewek lho.’
Waduh…
Hmmm enak y bang
ReplyDeleteDiperjalanan disuguhin dongeng
:)
DeleteKalimat penutup lo bener banget, Di.
ReplyDelete:))
DeleteJadi kamu percaya nggak, Di? Saya percaya peran cewek bisa jadi variable di rumus kesuksesan seseorang.
ReplyDelete:))
DeleteKok endingnya serem? Btw Eternal Sunshine bikin seorang cowok bernama Joel Barish hancur gara-gara seorang cewek. Huhuhu. Walaupun ending filmnya bagus sih.
ReplyDeleteAaah ini postingan ending-nya serem pokoknya. Horror! :(
DILARANG CURHAT DI SINI YA.
Delete"enaknya cerita sama orang yang kita tidak kenal. Sehabis cerita, lega, dan hilang begitu saja"
ReplyDeletesetuju banget sama kalimat itu. :))
:)
DeleteThat Ending tho.. Kadang memang ada benernya sih, lagi pula mereka 'Orang Tua' atau orang yang lebih tua daripada kita pasti punya pengalaman yang lebih banyak.
ReplyDelete:)
DeleteIntinya, dalam kehidupan berumah tangga, suami dan istri harus bisa saling main oper-operan cantik untuk mencetak gol. (lho?)
ReplyDeleteJadi carilah pasangan hidup yang jago bola (?)
DeletePercaya gak mas ? :)
ReplyDeleteJadi penasaran nih kelanjutannya..
Kelanjutannya sudah adaaa. \:D/
Deletesi ibu ini serem juga ya huahaha.
ReplyDeletemungkin dia berani ceritain soal anaknya ya karena udah mendem aja, cerita biar plong, toh lo gak kenal sama si ibu itu dan gak mungkin cerita ke anaknya. :))
Yakan. :))
DeleteWah anak UNJ ngeri juga ya :D
ReplyDelete*kemudian dikeroyok anak UNJ*
Woy!
DeleteWaduh..
ReplyDeleteGue kadang nemu juga ibu-ibu yang begini di bus, kalau nyambung bisa ngobrol sampe bilang "Semoga satu bus lagi ya hihi". Banyak enaknya kalau cerita sama orang yang gak dikenal, yaa.
Ini lo gedenya pasti ya jadi spesies ibu2 itu. Muahahaha. *kabur naik ojek*
DeleteNggak berani juga bayanginnya.
ReplyDeleteTapi cerita begini biasanya berujung: si Ibu akan ikhlas ketika ia sudah diberi cucu oleh anaknya.
Kayak ending film Miss Granny. :))
Nah, tadi mau komen begini. Untung gue memegang teguh budaya baca komen dulu baru ikutan komen. Setuju sama kang rido.
DeleteBtw yg 26 thn itu Kang Rido keknya. Cmiiw
Gue bahkan nggak ngerti kalian ngomong apa...
DeleteWah wah wah cewe UNJ bahaya ya.
ReplyDeleteBtw, aku sendiri percaya sama apa yang si Ibu bilang bilang bang. :))
Waduh...
DeletePadahal ibu itu notabene seorang wanita juga ya, jadi beliau juga pernah atau masih berperan penting terhadap sukses atau hancurnya sang suami /eh.
ReplyDeleteJadi jawabannya percaya atau nggak?
Gimana dong? :))
DeletePertama, bang lo ati-ati sama cewek. Hahaha
ReplyDeleteKedua, duduk di bis dan pasang headset itu gue sering lakuin.
Ketiga, meskipun pasang headset udah, tetep kalo sebelahnya ibu-ibu pasti bakal diajak cerita dan ditanya-tanya mulu sampe gue cuma "ehe-ehe gitu ya bu?"
Keempat, curhat pribadi dari ibu-ibu itu suka bikin bingung, ga respon dikira sombong -_- Saya sedih hahahaha
:))
DeleteDalem banget ceritanya dii beerr. dilema banget ya kalau pilihan kayak gitu. dan kutipan terakhir itu bikin jleb juga ya
ReplyDeleteItu 'beerr' maksudnya lagi kedinginan apa gimana? Tolong jangan isi komen, mandinya selesaikan dulu.
DeleteTulisan lu lagi-lagi membuat gue merenung. :))
ReplyDeleteDuh, syukurnya nyokap gue sreg aja sama pacar sekarang. :D
:))
DeleteAbis baca ini gue langsung mikir, apa iya semuanya gegara cewe?
ReplyDeleteDan jawaban atas pemikiran gw cuma satu sih;
"Om telolet om"
Inilah bukti buruknya sistem pendidikan di Indonesia...
DeleteOrang tua gue juga bilang begitu . Kan sekarang gue masih SMA nih,ya jangan sampai pacaran dulu nanti malah gak konsen jadinya . Ya kalo sebatas temen aja sih gak papa.
ReplyDeleteBtw , purworejo daerah kakek gue tuh.
Gakpapa temen asal jangan temen rasa pacar. Hmmm.
DeleteBilang sama ibuk itu "Fasya percaya buk"
ReplyDeleteHmmmmmm.
DeleteLulusan UNJ serem, ya. Gue mau masuk situ lagi. Halah bodo amat. Yang penting ini tulisan keren gila. :)
ReplyDeleteSemoga jadi masuk ke sananya! \(w)/
DeleteDitunggu Tulisan Lainnya Ya...
ReplyDeleteSemangat Berkarya, Sukses Selalu
Ditunggu pesananan medali murahnya ya.
DeleteSemangat berkarya, sukses selalu.
Agak kesindir sih ma cerita nya. Tp jadi tau sekarang harus ngapain. Sukses selalu
ReplyDeleteKunjungi juga blog ane ya junidistro.blogspot.com
Ngapain?
DeleteMakasih banget ya atas infonya :)
ReplyDeleteSama-sama. Semoga berguna bagi teflon di rumah. :)
DeleteAnying jujur banget tulisan ini, sering gue nemunin orang gak dikenal di kendaraan umum yg tujuannya jauh, biasanya emang lebih tua sih yang tetiba curhat masalah pribadi gitu.
ReplyDeleteGue sendiri kadang sampe bingung harus respon gimana. Kapan nih lanjutannya?
Udah ada lanjutannyaaa! \:D/
DeleteSering yaa kalau abis ngobrol sama yang ga di kenal,dan dia kasih saran/nasehat,berasa jleb aja gitu di dada
ReplyDeleteNah itu... :))
Deletepenasaran kelanjutanya :D
ReplyDeleteWah nyokap gue tuh, eh bukan kan gue blm nikah. tetangga gue itu ibu-ibu berarti wkwkwk. Ada hikmahnya di ketemu Ibu yg seneng curhat, bisa kita tiru curhat ke org yg gak dikenal, lega, lantas hilang begitu saja.
ReplyDeleteWAH JADI LO ANAKNYA?! *siram pake kratingdaeng*
DeleteOh, yang kemaren lo langsung ngantor itu ya?
ReplyDeleteEh tapi ini perjalanan perginya ya? Pulangnya yang langsung ke kantor :p
Yoih!
Deleteperjalanan pakai bis, ys. mungkin kah Adi akan mendengar bunyi legendaris yang dipicu oleh segerombolan anak dengan membawa tulisan 'om telolet om'?
ReplyDeleteSilakan dibaca cerita lanjutannya gan! \:p/
Deletenah makanya kalau mau deketin cewek ambil dulu hati ibunya, kalau sdh kena , gampang deh
ReplyDeleteWah ini pakar asmara...
DeleteBaca ini gua jadi kepikiran kata-kata: harta, tahta, wanita. Engga tau ada relasinya atau engga, tapi kayanya ada sih dikit mah.
ReplyDeleteGua malah lebih seneng ketemu ibu-ibu kaya gitu kalau perjalanan jauh, seengganya ada temen ngobrol, walau banyakan dia yg ngomong kita mah dengerin aja.
Tapi kan penginnya ketemu kondektur cantik kayak di FTV. :(
DeleteKlo emang semua gegara cewek. Jangan sakiti mereka. Jangan selingkuhi mereka. Jaga mereka seperti engkau menjaga ibumu. BOOM! *Jin baik gue yang ngetik :D
ReplyDelete