Di dunia ini ada tiga
jenis laki-laki.
Laki-laki pertama
adalah yang berusaha membuat dirinya sukses terlebih dahulu. Sampai kemudian
memilih calon pasangan yang dirasa pantas. Lelaki kedua, adalah mereka yang sering
bergonta-ganti pasangan. Berpetualang dari satu perempuan ke perempuan lain,
sampai akhirnya, ia menemukan sosok the
one. Laki-laki ketiga, adalah mereka yang percaya bahwa orang yang ada di
sampingnya setiap bangun pagi nanti, yang akan main monopoli bareng, pergi
belanja, minta temenin ke salon, mengurus cicilan rumah, bisa dipikirkan dalam
hitungan menit. Laki-laki yang percaya bahwa the one, bisa datang begitu saja.
Laki-laki ini adalah
Leo.
--
Leo mendekatkan
hidungnya ke cangkir kopi yang baru diraciknya. Ia menarik napas dalam-dalam,
membuat kepulan asap membawa rasa hangat ke wajahnya. Belum ada aktivitas di
ruangan yang penuh dengan warna putih itu.
‘Kenapa sih lo? Masih
pagi udah galau aja?’ Virgo naik ke kasur, mengeluarkan handphone dari kantung
celana, berusaha menghilangkan aura aneh di kamar.
Leo memutar kursi
menghadap Virgo. ‘Kenapa sih harus ada cowok romantis?’
‘Kenapa coba?’ Virgo
bertanya balik.
‘Meneketempret!’ Leo
beranjak duduk ke sisi tempat tidur. Sambil mengangkat gelas kopinya, dia
bilang, ‘Ya udah, ya udah. Pertanyaannya gue ganti. Kenapa sih gue gak bisa
romantis?’
‘Wah, sakit nih
orang.’
Sudah dua bulan ini
Leo merasakan hal yang aneh setiap bertemu perempuan berkacamata itu. Pertemuan
pertamanya saat mereka berdua berada di lift apartemen. Atau, bisa dibilang,
semua pertemuannya hanya terjadi di lift. Ini semua karena Leo tidak pernah
tahu caranya berkenalan dengan orang baru. Biasanya yang terjadi hanya Leo yang
naik lift dari basement, menahan napas dan berharap pintu lift terbuka di
lantai satu. Setelah bunyi lift yang khas itu, dia masuk, dan, sampai lantai
sembilan, si perempuan ini keluar. Leo baru dapat bernapas kembali.
‘Apa susahnya sih
kenalan?’ tanya Virgo. Ia menaruh hapenya ke kasur, lalu melanjutkan, ‘Bilang aja
“sori, gue Leo. Boleh kenalan ga?” Gitu. Kalo boleh sukur, kalo enggak paling
lo dikira tukang hipnotis.’
‘Kalo cowok romantis
mah enak, ya,’ balas Leo, mengacuhkan kalimat Virgo. ‘Dia bisa pake saputangan
buat ngajak kenalan orang. Naroh balon warna-warni di dalam lift sampe si cewek
nangis terharu. Beliin boneka segede-gede gaban. Nempelin ratusan post it terus
ditulisin kalimat-kalimat yang bikin cewek itu senyum. Cowok romantis itu
pemberani.’
‘Nah, ya udah. Lo
jadian aja sama cowok romantis.’
Leo tersedak,
batuk-batuk mendengar respons yang diberikan Virgo. Dia meletakkan gelas
kopinya di meja di sebelah lampu tidur. ‘Gak gitu juga kampret! Maksudnya, gue
heran aja gitu. Kok bisa ya ada orang kayak gitu. Sementara gue? Cuman bisa
ngarep, yang mana harusnya kan cewek ya yang ngarep? Cewek yang diem. Cewek
yang nggak berani ngapa-ngapain. Tapi kok ini malah gue?’ Leo diam sebentar,
menyadari sesuatu dari kalimatnya barusan. ‘ANJIR JANGAN-JANGAN GUE SEBENERNYA
CEWEK!! PANTES GUE NGERASA TETE GUE LEBIH GEDE DARI ORANG-ORANG!’
‘Gue udah boleh
pulang belom nih?’ Virgo bertanya sarkas.
Selanjutnya seperti
biasa.
Leo bercerita tentang
si cewek itu. Bagaimana ia suka dengan caranya menekan kacamata. Bagaimana
gelang warna hitam di tangan kirinya, terlihat sangat kontras dengan kulitnya
yang putih. Bagaimana hanya dengan celana jeans sobek dan kaus hitam biasa, ia
mampu membuat Leo lupa caranya bernapas. Bagaimana aroma tubuhnya, selalu
mengingatkan Leo dengan guling di kamarnya. Bagaimana ia berbeda dengan perempuan
lain. Bagaimana sejak awal, ia sudah merasa dekat dengan perempuan itu.
‘Lo yakin kalo lo
naksir dia?’
Leo mengangguk.
‘Gila lo ya. Gue aja
gak percaya sama… apa tuh? Love at the first sight? Ini lo FTV abis sih. Ketemu
orang di lift, tahu-tahu suka sama semua karakternya,’ kata Virgo, gak yakin
sama anggukan Leo. ‘Terus apa? Bentar lagi kenalan, jadian, berantem, cabut ke
jogja, naik delman bareng, dipecut kusir delman, nikah, happy ending. Gitu? Males
ah gue.’
‘AMIN YA ALLAH!!
AAMIIN!!’
--
Sepulangnya Virgo
dari apartemen, Leo jadi kepikiran sendiri. Apa yang harus ia perbuat sekarang?
Emang bener sih, kok kayaknya cheesy
banget. Ia mengingat kembali pertemuan pertamanya. Perempuan itu, dengan kalung
berinisial ‘J’, masuk ke dalam lift dengan terburu-buru. Di tangannya ada
sebuah bola basket. Sampai di lantai sembilan, pintu lift terbuka. Dia keluar,
lalu selesai. Pertemuan yang singkat dan biasa saja. Leo memang bukan tipe
orang yang sok akrab. Makanya, nggak mungkin dia tiba-tiba nanya, ‘Bola, bola apa yang bikin deg-degan hayo? Yak, salah. Bola kah aku kenalan sama cewek cantik kayak kamu? Eaaak.'
Hal yang membuat Leo
ragu adalah pertanyaan dari Virgo tentang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Leo jadi bimbang dengan perasaannya sendiri. Apakah yang dirasakannya
benar-benar jatuh cinta? Leo tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Martha,
mantan pacarnya yang terakhir, adalah hasil perjodohan teman kantornya.
Satu-satunya cara
adalah dengan mencari tahu.
Leo bergegas mengambil
pulpen, menulis sesuatu di kertas.
--
Ini sudah ke delapan
kalinya Leo berada di lift dalam sehari. Mungkin Leo bisa masuk ke dalam daftar
orang paling nggak ada kerjaan di dunia. Atau setidaknya, orang yang paling
jago cosplay jadi penjaga lift Gandaria City.
Ting!
Dia masuk.
Lift sedang kosong.
Leo mau muntah.
Angka berwarna merah di
atas pintu lift terus berubah. Lift berhenti di lantai tiga, seorang pria tiga
puluhan tahun masuk. Leo berusaha menggeser posisinya mendekati perempuan itu.
Dia memerhatikan tas cokelat kecil yang menggantung di lengan kiri perempuan
itu. Ada dua kantung di depan yang tidak memakai resleting. Kesempatan.
‘Misi,‘ sapa Leo. Suaranya
bergetar karena panik.
Si perempuan mundur
satu langkah, membiarkan Leo lewat.
Leo menekan angka
tujuh di lift, lalu merogoh kantung celananya. Di lantai empat, lift kembali
terbuka. Pria berumur tiga puluhan tadi keluar. Leo semakin deg-degan. Ingin segera tahu nama perempuan itu. Rasanya seperti abis curhat ke Mamah Dedeh, tapi malah dijawab, 'Penasaran? Penasaran? Penasaran?'
Leo menunjuk tas
perempuan itu. ‘Sori, itu tasnya kebuka.’
‘Hah?’ Si perempuan
mengangkat tas dari tangannya, mencari tahu apa yang dimaksud Leo. Setelah
menyadari, dia tertawa kecil. ‘Ini emang model dari sananya. Cuma buat nyimpen recehan
kok.’
Jebakan Leo berhasil.
Kini tangannya bergemetar. Setelah menarik napas panjang, Leo
melanjutkan ucapannya sambil menyodorkan kertas, ‘Ehem. Eh, tapi kayaknya selain
recehan, bisa buat nyimpen ini deh. ’
‘Hah? Apa ini?’
Lift terbuka di
lantai tujuh.
‘UDAH YA! HAHAHAHA!!’
jerit Leo sambil ngibrit keluar.
--
Perempuan ini masuk
ke kamar dan mengunci pintu. Setelah menggantungkan tasnya ke dinding, dia
mengambil kertas dari kantung depan. Sebuah kertas dengan gambar kepala singa
dan tulisan di atasnya:
Sori, boleh kenalan ga? Gue…
Di tengah
keheranannya, dia membalik kertas tersebut dan menemukan tulisan yang
membuatnya makin bingung: Kalo boleh
sukur. Kalo enggak, yang jelas gue bukan tukang hipnotis lho.
‘Siapa sih dia? Aneh
banget deh.’ Perempuan ini geleng-geleng, lalu tersenyum.
Tiga menit kemudian,
pintu ditutup. Kamar kembali kosong.
--
Virgo mengangguk malas
mendengar cerita Leo. Sebenarnya dia bosan dengan cerita ini, tetapi dia juga heran
kenapa Julie mau kenalan sama Leo.
‘Pokoknya kalo jadian
lo harus bayar royalti ke gue, O!’ Virgo menusuk siomay dengan garpu dan
menyantapnya. ‘Sial juga lo pake kata-kata gue.’
Leo mengambil bola tenis
di bawah kasur, lalu memantulkannya ke dinding. ‘Lo tahu gak? Pas ngasih kertas
itu, rasanya gue pengin masukin kepala ke kantong kresek. Malu abis.’
--
Dalam teori
Schrodinger cat, kita tidak akan tahu kondisi si kucing sebelum kita membuka
kotak dan melihatnya sendiri. Hal ini juga yang terjadi di dalam lift. Kita
tidak akan pernah tahu bagaimana kondisi seseorang yang berada di dalam lift,
sampai liftnya terbuka.
Dan saat Leo ingin
kembali ke kamarnya di lantai sebelas, lift sebelah kanan terbuka.
Seorang perempuan
berkacamata, yang, baru saja membuatnya hampir mimisan, keluar dan melambaikan
kertas.
‘Halo. Boleh, kok.
Aku Julie.’
Leo bengong, tidak
tahu harus berbuat apa.
Julie membuka lipatan
kertas tersebut, ‘Kamu…’ Julie menunjuk Leo, lalu menunjuk gambar kepala singa
di kertas.
Leo mengangguk.
‘Aremania?’
‘HAH?!’
‘Singa ini maksudnya
singo edan, lambang klub bola Aremania kan?’
‘KOK AREMANIA SIH?? Bukan,
bukan. Astaga.’
‘Ooh,’ sanggah Julie.
‘Lambang biskuat?’
‘BUKAN!’
‘Hmm… Lion King?’
‘Dikiiiit lagi.’
Julie berpikir
sebentar, kemudian menjawab,’Aha! Raja singa ya?’
‘Bukan! Ya ampun. Itu
mah penyakit. Gambar itu maksudnya Leo. Nama gue Leo.’
Mereka berdua
tertawa. Setelah berjabat tangan, PDKT resmi dimulai.
--
‘Iya, iya, gue tahu
lo malu,’ jawab Virgo, tidak tahan dan akhirnya berkata jujur. ‘Lo udah cerita
ini yang ke dua ratus lima belas kali ya.’
‘Lebay lo ah.’
Belakangan ini Leo
merasa hubungannya dengan Julie menjadi aneh. Dia yang semula merasa kenal, sekarang
malah menjadi asing. Seperti baru membuka plastik buku, dan merasa isinya jauh
berbeda dengan apa yang ada di sampul.
Semakin lama PDKT,
Leo merasa Julie bukanlah orang yang ia pikirkan. Julie, bukanlah orang yang
istimewa, seperti yang Leo bayangkan saat belum berkenalan dulu. Saat ia hanya
bisa memandanginya dari dekat, entah di sampingnya, entah di tengah dempetan
orang-orang di lift.
Seiring berjalannya
waktu, Leo menemukan banyak sifat Julie yang membuatnya sebal. Julie seringkali
menceritakan mantan pacarnya. Ketika jalan berdua, Julie punya prinsip-prinsip
tertentu yang tidak boleh dilawan. Menurutnya, laki-laki harus bisa menyetir
mobil (Buat Leo ini gampang). Posisi jalan laki-laki harus berada di depan
perempuan (Buat Leo ini agak ribet). Laki-laki harus bisa bermain gitar (Buat
Leo yang kentut aja fals, ini jelas mustahil).
Semakin Leo menyelam
ke dalam diri Julie, dia semakin menyesal.
Virgo menghabiskan
siomay di piring. ‘Terus sekarang gimana? Dulu aja lo kayaknya demen banget.
Pake bilang-bilang cinta pada pandangan pertama lah.’
‘Nggak tahu lah, Go.’
Leo melempar bola tenis dan membiarkannya memantul dan menggelinding
sembarangan. ‘Padahal dia nggak salah, lho.’
Virgo hanya diam.
Mungkin dia ingin menjawab dengan, ‘EMANG ELO YANG SALAH KAMPRET!’ tapi nggak
enak. Leo menatap nanar ke tembok di depannya. Kepalanya membayangkan Julie.
Juga mengingat perempuan-perempuan lain yang pernah mengisi hatinya. Di tengah
keheningan, hape Leo bunyi. Telepon dari Julie.
‘Iya..’
‘He eh. Kamu juga.’
‘Iya belum ngantuk
kok.’
‘Ini juga masih ada
Virgo.’
‘Iya kamu duluan
aja.’
‘Kamu dong.’
‘Iya, kamu aja yang
tutup teleponnya.’
Tut.. tut.. tut..
Leo melirik ke
belakang, ngelhatin Virgo yang sibuk main hape di meja kerja. Dia kembali
tiduran dan berusaha stay cool.
Padahal di dalem hati udah jerit, ‘KENAPA DIMATIIN BENERAAAAAN?!!! YA ALLAH
JULIII… JULIII…’
Menurut Julie, yang boleh
kode cuman perempuan.
Melihat temannya yang
tiba-tiba berubah diam, Virgo jadi tidak tega. Dia menyodorkan hapenya, ‘Coba
main ini deh. Lo kan jago tuh Flappy Bird. Skor gue masa cuman tujuh.’
Leo menyenderkan
punggungnya ke tembok. Di layar hape terlihat seekor burung warna merah. ‘Apaan
nih? Clumsy Bird?’
Clumsy Bird adalah
permainan yang sangat mirip dengan Flappy Bird, game kesukaan Leo zaman dulu. Jika
di dalam Flappy Bird kita ditugaskan untuk menerbangkan burung dan melewati
pipa-pipa, di Clumsy Bird kita harus menerbangkan burung melewati jejeran
batang pohon. Dulu, hampir setiap waktu Leo main Flappy Bird. Bahkan
teman-temannya di kantor sering berkumpul demi menonton Leo yang teriak-teriak
setiap kali main game itu. Saking kesalnya dengan permainan itu, Leo pernah
tidak sengaja melempar handphone-nya dari eskalator lantai tiga. Setelah Flappy Bird ditutup, Leo tidak pernah bermain game semacam itu lagi.
Leo langsung memainkan
Clumsy Bird dengan heboh. Awalnya, dia kesal dan membanting guling setiap kali
si burung mati atau menabrak pohon. Tapi, karena sudah terbiasa dengan Flappy
Bird, tidak sampai setengah jam, dia sudah bisa menguasai permainan ini. Skornya mencapai tiga puluh dua.
‘Tuh kan! Apa gue
bilang! Lo mah enak, udah jago Flappy Bird. Jadi main ginian bisa langsung
cepet bisa.’
‘Iya, ini mah gak beda jauh sama Flappy Bird.’ Leo tertawa puas karena skornya jauh melebihi Virgo.
Setelah puas bermain,
Virgo pamit. Sewaktu menutup pintu apartemen, Leo melihat bola tenis di bawah.
Dia mengambil bola itu.
Bola pemberian
Martha.
Sebelum berpacaran
dengan Martha, Leo sangat jarang berolahraga. Sementara Martha, adalah tipikal
perempuan sporty. Jenis perempuan
yang kalau lari harus nempelin hape di lengan kiri, hanya demi mengecek sudah
seberapa jauh dia lari. Ketika berpacaran, mau tidak mau Leo jadi ikutan suka
olahraga. Gara-gara Martha, Leo jadi sering menonton video-video basket. Olahraga,
yang, saat itu menjadi favoritnya. Berhubung kekurangan partner bermain, Leo
dan Martha lebih sering bermain tenis.
Leo membongkar lemari
pakaian.
Di pinggir tumpukan
pakaian, terdapat sebuah kotak kacamata. Di dalamnya, terdapat kacamata milik
Vivi, seseorang lain yang pernah mengisi hati Leo. Mereka putus karena Vivi
harus bekerja di luar negeri. Sementara Leo, bukanlah orang yang bisa
berhubungan jarak jauh. Hubungan mereka baik-baik saja sampai sekarang.
Leo mengambil foto
dari kotak kacamata tersebut. Leo di sebelah kanan, dan Vivi yang mencubit
pipinya, di sebelah kiri.
Leo memasukkannya
kembali, merapikan kacamata itu ke tempatnya semula.
Lalu, barang-barang
lain dikeluarkan satu persatu. Kardus di bawah kasur yang berisi boneka jerapah
milik Sheila, mantan pacarnya yang berambut pendek dan memiliki lesung pipi di
sebelah kanan. Ada juga lampu tidur berwarna merah, pemberian gebetannya
sewaktu ia ulang tahun beberapa tahun lalu. Sekarang, gebetannya ini sudah
menikah. Ia sangat suka mengenakan celana jeans yang sudah sobek.
Leo menghela napas
panjang, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia temukan. Kumpulan
barang-barang ini membuatnya sadar bahwa sesungguhnya, dia belum mengenal
Julie. Bahwa Julie, memang bukan orang yang dia kira. Sama seperti Leo yang
langsung jago bermain Clumsy Bird karena sebelumnya sudah sering bermain Flappy Bird. Sosok Julie yang selama ini ia kenal, adalah harapan atas kumpulan masa
lalunya.
Dada Leo terasa
panas. Kepalanya dipenuhi pikiran-pikiran aneh. Mungkin Virgo benar bahwa Julie
bukan cinta pada pandangan pertamanya. Di satu sisi, Leo tidak ingin
terjebak dengan masa lalunya. Tetapi di sisi lain, Julie, adalah orang yang
sebetulnya belum ia kenal. Julie adalah orang yang berbeda.
Leo mengambil jaket,
lalu buru-buru keluar.
Julie yang
sebenarnya, adalah Julie yang menyebalkan.
Tapi semua orang
punya sifat menyebalkan bukan?
Lift terbuka. Leo
menekan angka sembilan.
Leo mengingat
saat-saat ia tidak bisa tidur karena memikirkan Julie. Mengingat saat Julie memeluknya di dalam bioskop, sewaktu ketakukan menonton film horor. Mengingat saat mereka berdua heboh bermain Dance-Dance Revolution, yang pada akhirnya malah menjadi duet dansa. Mengingat saat ia menceritakan segala hal
tentang Julie kepada Virgo. Apa sekarang adalah saatnya?
Tok! Tok! Tok!
‘Jul, aku mau ngomong sesuatu.’
Julie, dengan piyama
dan rambut acak-acakan, tersenyum mendengar kalimat Leo.
Lalu, air matanya
mengalir turun.
---
Temen-temen blogger lain yang bikin cerpen dengan latar lift:
Siluman capung - One Button: Push It, Face, It
Salah Tulis - Kotak Mesin Waktu
Ayam Sakit - Kotak Kematian
Buat yang mau ikutan bikin, kabarin aja di kolom komen ya. Nanti link-nya dimasukin ke sini. :)
---
Temen-temen blogger lain yang bikin cerpen dengan latar lift:
Siluman capung - One Button: Push It, Face, It
Salah Tulis - Kotak Mesin Waktu
Ayam Sakit - Kotak Kematian
Buat yang mau ikutan bikin, kabarin aja di kolom komen ya. Nanti link-nya dimasukin ke sini. :)
ini endingnya musti gini, ya, Di? PENASARAN? PENASARAN? PENASARAN?
ReplyDelete:))
DeleteSINGO EDAN.
ReplyDeleteKenpa sii kenapa? ending nya harus kaya curhat sama mamah dedeh terus dijawab penaran?penasaran? penasaran?
:))
DeleteFAK GUE NGAKAK PARAH DI BAGIAN AREMA YA? RAJA SINGA? SYIT!
ReplyDelete:))
DeleteJulie, dengan piyama dan rambut acak-acakan, tersenyum mendengar kalimat Leo.
ReplyDeleteLalu, air matanya mengalir turun.
ADA APAKAH DENGAN JULIE WAHAI PEMIRSA NYANG BUDIMAN?
KITA LIHAT SETELAH PESAN2 BERIKUT INI!
:)))
DeleteJulie, dengan piyama dan rambut acak-acakan, tersenyum mendengar kalimat Leo.
ReplyDeleteLalu, air matanya mengalir turun.
ADA APAKAH DENGAN JULIE WAHAI PEMIRSA NYANG BUDIMAN?
KITA LIHAT SETELAH PESAN2 BERIKUT INI!
Boneka segede gaban
ReplyDeleteGaban itu apaan bang?
Pa masih ada hubungannya sama gabah?
Itu pas si le ngambil jaket trus buru2 keluar
Dia ngambi jaket dimana bng?
Gaban itu gajah bantet.
DeleteBhahahahah raja singa. Yawlaaaa
ReplyDeleteBang, endingnya bikin sedih :(
:))
DeleteBANGKEEEE, ini apaaaan. Terus apaaaan? Ahhh eek
ReplyDelete:))
DeleteIni sebenernya apaan sih?! Bikin kepo
ReplyDeleteIni cerpen.
DeleteKampret ending, penasaran woiiii -_____-
ReplyDelete:))
DeleteEnding paling bikin kesel begini nih! Argghhh! LEO KERIPIK KENTANG. :(
ReplyDeleteKerennn sumpah. Gue paham maksudnya. Jadi pengen ikutan buat kayak gini haha :D
ReplyDelete\(w)/
DeleteCast-nya udah kayak kumpulan zodiak. Tinggal tambahin Aries, Capricorn, dan Cancer, bisa-bisa jadi keluarga tuh~
ReplyDeleteEndingnya bangsyat~
Sekeluarga zodiaknya beda-beda semua dong? \:p/
DeleteKarpet! Aremania dibawa-bawa XD
ReplyDeleteDan J, tadi gua kira Jokowi. Aku tertipu~
Kayaknya lu berbakat bikin cerpen, Di. Asoy nih..
Jokowi. :(
DeleteCerpennya cukup menghibur, dan sukses selalu kak Kresnoadi.
ReplyDeleteMakasih mas Pro! \(w)/
Deleteizin menyimak gan
ReplyDeleteAnjir lambang biskuat. :(
ReplyDeletePfffttttt. Ngakak bangetlah. :(
Itu akhirnya menikah, kan? kan? kan? Please... menikah dong.... >.<
:))
DeletePlissss Endinggnya Plissssssssss
ReplyDeletePlis kenapa ini? :))
DeleteNgakak di bagian perkenalannya, aremania, Lion king, Raja Singa, ini kenapa si Juli mikir sampe sajauh itu wkwkwk
ReplyDeleteEndingnya kok Bansyat banget ya? Ku digantung :(
Karena Julie orangnya juga imajinatif, sama kayak Leo. :))
DeleteEndingnya anyiiiing -_-
ReplyDeleteDuh, caramu bikin cerpen kok uwuwuwu e bang :D aku suka salut sama orang yang bisa bikin cerita macam begini, soalnya aku belum bisa :'
Uwuwuw itu apaan sih? Cerpen gue kayak sirine ambulan gitu ya? :(
DeleteUwuwuuwwuwuw itu bahasa unyu :'
DeleteEndingnya anyiiiing -_-
ReplyDeleteDuh, caramu bikin cerpen kok uwuwuwu e bang :D aku suka salut sama orang yang bisa bikin cerita macam begini, soalnya aku belum bisa :'
Ini endingnya mereka putus bang? Kalo iya, lemah banget si Leo baru nemu cewek nyebelin aja langsung nyerah dan mutusin. Hih
ReplyDeleteEndingnya itu, kayak yang ada di akhir cerita itu. \:p/
DeleteLeo ini nama lengkapnya Leonardo dCaprio, bukan?
ReplyDeleteBukan.
DeleteBHAAKS! AREMANIA! Gue ketawa dibagian itu, Di. BTW... endingnya kok ngegantung sih, Di? Padahal lagi seru loh
ReplyDeleteItu nggak ngegantung yaaa. \:p/
DeleteAku kaget lho, tokohnya ada yang dari zodiak. Bentar, Virgo itu cowok?
ReplyDeleteKenalannya gitu amet. Lewat kertas, tulisannya pake optional kenal kagaknya. Sedih. :(
WAHAHAHAHA TERNYATA JULIE TAU DUNIA BOLA JUGA YA. AREMANIA DISEBUTIN. AH. KAMPRET. NGAKAK!
Yaarabb, endingnya ngajak ribut. Kak, endingnya gimana laaaaaaa... Sebel.
aku mau dong cerita tentang pisces dan aquarius
ReplyDeleteSangat terenyuh dan terinspirasi Kamvret!! :D
ReplyDelete