Sepanjang hidup gue,
gue baru dua kali pergi ke bandara: minggu lalu dan hari ini. Buat gue, bandara
adalah contoh nyata dari dua sisi kehidupan. Minggu kemarin gue berdiri di
depan pintu “kedatangan”. Dengan jaket cokelat yang digantungkan di bahu, gue
senyum-senyum sendiri menunggu dia muncul dari pintu sana.
Rasanya lucu.
Gue seperti ingin meminta
waktu untuk lebih cepat berputar. Namun sesungguhnya takut kalau hal itu
benar-benar terjadi. Gue, ingin ‘merasakan’ waktu dengan lebih tenang. Menunggu
setiap detiknya, dari satu sampai enam puluh, lalu jam digital merah di dinding
berkelap-kelip, berubah menjadi menit.
Lalu dia datang.
Dengan tas jinjing biru yang diisi berlebihan. Dengan langkah pelan-pelan
karena beban yang dia bawa terlalu berat. Gue menghampirinya, berteriak kecil,
lalu kami berpelukan.
Tidak hanya gue,
bandara juga mempertemukan
orang-orang lain.
Ada decit trolley yang
diisi koper dan didorong terburu-buru. Ada tangan yang terbuka, meminta untuk
dipeluk. Ada orang-orang lain yang duduk menunggu. Ada yang sesekali melihat
jam dengan cemas. Ada kado di balik punggung. Ada rindu yang berserakan.
Namun, hari ini
semuanya berbeda.
Gue duduk di sebelah
dia dengan perasaan aneh. Kali ini rasanya benar-benar ingin meminta waktu
untuk lebih cepat pergi. Di samping dia, gue menghirup napas dalam-dalam.
Rasanya seperti seseorang yang lupa caranya mengembuskan napas kembali. Sesak. Semakin
lama duduk juga membuat kepala terasa semakin panas. Mata gue menuju ke pilar
cokelat di depan.
Di saat seperti ini,
indera gue menjadi lebih peka.
Gue menjadi sadar
bahwa bandara bukan hanya tempat bertemu.
Di balik tawa lebar
para penjemput, ada juga senyum getir para pengantar. Di belakang keramaian
pertemuan, ada genggaman tangan yang dilepas. Ada pelukan yang dibuka paksa.
Ada air mata yang terurai.
Ada gue dan dia yang
juga akan berpisah.
Dengan headset yang
menyolok di telinga kami, handphone gue mengalunkan lagu demi lagu. Waktu
terasa sangat lambat dan gue membenci itu.
Gue mengambil hape
dia. Membuka galeri, lalu melihat isinya satu per satu.
Dan kilatan-kilatan
memori itu muncul. Jatuh dari layar menuju lantai putih bandara. Kumpulan foto
dengan tampang kita yang sangat abstrak, berpindah dari satu tempat ke tempat
lain. Video-video berantakan yang bagi sebagian orang sangat tidak penting dan
aneh, yang, entah kenapa, selalu bisa kita tertawakan. Dia menyenderkan
kepalanya, memasang wajah cemberut. Gue, tidak bisa berkata-kata, hanya
sesekali mengusap rambutnya. Tidak enak melihat dia yang terus menerus
menunduk, gue mencari akal. Sampai, pada akhirnya, gue meminta kita untuk bermain
sebuah permainan yang bernama Menahan-Tangis-Sampai-Di Rumah.
Dan sepuluh menit
kemudian,
kami kalah bersamaan.
I'll see you when i see you. :)
ReplyDeleteAdi, Deva :""
DeleteHoi. :)
DeleteBagus ceritanya Di.
ReplyDelete:)
DeleteCieeee.. Yang pelukan.. Aku sama Febri cemen, cumak pegangan tangan. Apaan cobak. ._.
ReplyDeleteKadang memang harus terpisahkan oleh jarak, agar rasa tak berubah abstrak.. :3
FEB ADA YANG NGAREP NIH FEB!!
DeletePercuma, Di.. Percuma.. T_T
DeleteWih yang punya pacar, kalo gue udah punya pacar tulisan di blog bakal mirip mirip gini nih
ReplyDelete:)
DeleteWidih keren.... Njirrr mainan tahan nangis sampe dirumah hahahah.... :v
ReplyDelete:)
DeleteAakkk so sweet yah kalian. Langgeng terus ya meskipun terhalang jarak. Masih sama-sama di Indonesia mah bisalah~~ belom rooming kalo nelpon. Hehehe~~
ReplyDeleteAmin. :)
DeleteYOIIIIIII BANGET 'kami kalah bersamaan' :')
ReplyDelete:)
DeleteSo sweet, banget.
ReplyDeleteGue selalu percaya, ketika seseorang sedang diterpa oleh sebuah kegalauan. Kemudian ditumpahkan perasaannya ke tulisan. Maka.... berakhir kalimat demi kalimat yang secantik ini. :)
:)
DeleteTerharu :')
ReplyDelete:)
Deletecie bang adi so sweet banget. uhuk uhuk
ReplyDelete:)
DeleteYa Alloh yang punya pacar :'
ReplyDeleteGue kapan bisa nulis ttg kaya beginian di blog yak :((
:)
DeleteParah.
ReplyDeleteLo bener-bener parah Bang :'
Gue pernah merasakan hal yang sama bang. kita seperjuangan :')
:)
DeleteSubhanallah banget, Kak. Nggak bisa diungkapkan dengan kata, aku terharu. Kalian keren banget. Semoga langgeng hingga maut memisahkan. :')
ReplyDeleteAamiin. :)
DeleteHabis baca langsung bungkam. :))
ReplyDeleteBingung gue mau komen apaan.
Kalian berdua pokoknya keren. :D
:)
DeleteKalah bersamaan itu loh, sesuatu :')
ReplyDelete:)
Deletekeren banget,semoga langgeng ya,menahan tangis sampai rumahnya udahan kan? :D
ReplyDeleteUdah dong. :)
DeleteEndingnya pyaaaarrr banget, "sepuluh menit kemudian, kita kalah bersamaan" :')
ReplyDelete:)
DeleteKembali LDR, semoga langgeng ya bang hubungan kalian sama deva :)
ReplyDeletesemangat LDR lagi di, kita para pejuang iniiii, semangat
ReplyDelete*telat baca banget
ReplyDeletekeren sekali abang!
Bandara. tempat untuk berganti tempat. tempat memulai dan memisah. keep inspiring ye;)
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteKeren (y)
ReplyDeleteSemoga cepet nikah ya kalian berdua. :D
ReplyDeleteIni pasti based on true story yaaaa? *emang nyata bego -_-*
ReplyDelete