Karena gue pikir
blog ini ‘terlalu main-main’ untuk menuliskan hal yang ‘rada berat’, jadi jumat
lalu gue mencari forum baru untuk bisa menuliskan opini gue. Setelah googling,
gue nemu forum yang pas, yakni kompasiana. Hari itu gue langsung iseng bikin
akun dan mempostingkan sebuah tulisan berjudul 'Stand Up Comedy, dan Akhlak
Berkomedi'. Tulisan tersebut adalah pendapat gue tentang stand up comedy
akhir-akhir ini dan perbandingannya terhadap format komedi lain. Tidak
disangka, tulisan tersebut sangat ramai dikunjungi dan langsung menjadi
headline dalam dua jam setelah tulisan itu di publish sampai hari minggu
kemarin.
Karena merasa
mendapat respons yang bagus, ada baiknya tulisan itu coba gue share ke kalian
juga. Berikut adalah tulisan gue yang ada di kompasiana:
…
Humor, komedi, melawak, atau
apapun kamu menyebutnya, seperti seni lain, adalah sesuatu yang bisa
dipelajari. Hanya sedikit orang yang terlahir sebagai manusia 'yang benar-benar
lucu'. Seorang penyanyi yang terlahir tanpa memiliki 'suara penyanyi', tetap
bisa menjadi penyanyi dengan memelajari teknik bernyanyi; belajar nada,
ketukan, cara pengambilan napas. Teknik-teknik terseebut adalah teknik dasar
yang sepatutnya dipelajari oleh seseorang yang ingin menjadi penyanyi. Namun
apabila kamu ingin dikenal sebagai seorang penyanyi dengan genre tertentu, tentu saja harus mendalami teknik yang berkaitan langsung
dengan genre yang kamu pilih. Kalau kamu ingin menjadi seorang penyanyi
dangdut, kamu harus berlatih cengkok dangdut. Kalau kamu ingin menjadi seorang
penyanyi metal, kamu harus memelajari teknik berteriak yang keren. Layaknya
penyanyi tersebut, seseorang bisa menjadi komedian dengan memelajari
teknik-teknik dasar berkomedi. Apabila si komedian ingin dianggap lebih
spesifik, seorang pelenong misalnya, ia harus jago berinteraksi dengan
penonton. Apabila si komedian ingin dikenal sebagai komedian yang bisa
bermusik, ia harus belajar main gitar.
Semua seni itu sama, setidaknya
itu menurut saya. Mungkin ada orang yang sewaktu lahir ditiupkan roh seorang
penari ke ubun-ubunnya, tetapi dia tidak akan ujug-ujug menjadi seorang penari
kalau tidak berlatih menari. Sama seperti komedian.
Every art has a sexy part in
itself.
Lebih jauh, akhir-akhir ini
sedang ada satu seni yang menurut saya lagi happening: stand up comedy.
Sebetulnya seni ini sudah sangat tua di Amerika, bahkan sempat masuk ke dalam
serial Spongebob Squarepants. Di mana si Spongebob membicarakan tupai yang
tidak bisa mencopot bohlam lampu. Sampai tahun 2011 stand up comedy mulai
booming di Indonesia. Raditya Dika dkk membawa stand up comedy dengan misi
'menambah tipe' komedi baru di Indonesia.
Namun seiring berjalannya waktu,
seperti ada pergeseran paham dari orang-orang yang baru mengikuti stand up
comedy. Mereka beranggapan bahwa stand up comedy adalah lawakan cerdas. Banyak
yang mengatakan bahwa stand up comedy 'harus' mempunyai pesan moral di
dalamnya. Lebih jauh lagi, orang-orang ini kerap merendahkan tipe komedi lain.
Buat saya, ini adalah pemahaman
yang salah.
Sama seperti lenong, slapstick,
dan komedi lain, stand up comedy adalah sebuah konsep komedi. Tujuan dari
sebuah komedi tentu saja satu: membuat tawa. D. H Monro, dalam karyanya
Argument of Laughter, bahkan menyebutkan tiga teori mengenai bagaimana orang
tertawa. Hal ini menunjukkan bahwa ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk
membuat orang tertawa. Tujuannya sama, hanya tekniknya yang berbeda. Kalau di
sepakbola kita menggunakan kaki, di bola basket kita melatih otot tangan, hal
ini sama dengan komedi. Lenong menekankan kepada 'kedekatan kepada penonton',
slapstick melatih kita untuk membuat tawa dari superioritas semu yang diberikan
kepada penonton, sementara stand up comedy menekankan kepada teknik dasar
membuat joke: setup-punchline.
Lalu bagaimana dengan pemahaman
yang menyebutkan bahwa 'stand up comedy adalah komedi yang harus punya pesan
moral'?'
Menurut saya, ini juga pandangan
yang keliru.
Seperti yang saya katakan,
tujuan dari penampilan setiap komedian, apapun genre-nya, adalah memancing
tawa. Kalau stand up comedy dikatakan komedi yang wajib memberikan pesan moral,
lalu disebut apakah Mitch Hedberg, Steven Wright (sebelum mengubah personanya),
Panca Atis yang kebanyakan materi jokes-nya berupa oneliner? Bagaimana dengan
komik lokal Bintang Bete? Tentu kita semua tahu bahwa komedi yang bergizi
adalah yang memiliki pesan moral, tapi tidak ada yang mengatakan bahwa pesan
moral wajib dimasukkan ke dalam setiap penampilan komik.
Lalu bagaimana dengan lawakan
cerdas?
Saya sendiri tidak tahu dari mana
kalimat ini berasal. Kalau yang dimaksud cerdas karena harus membuat materi,
menurut saya semua komedian (di luar genre stand up comedy) juga cerdas. Mereka
semua harus berpikir dalam membuat joke/gimmick-nya untuk melawak.
Sule dan Andre pasti sudah
mempersiapkan secara matang, membuat gimmick-gimmick baru di belakang panggung.
Berpikir bersama. Begitu pula Dimas Danang dan Imam Darto. Siapa yang tahu
bahwa Sasongko Widjanarko menulis dan menggonta-ganti lirik untuk membuat lagu
setiap dia meminum kopi di acara Ini Talkshow?
Kalau itu yang dimaksud, setiap
komedian, lebih jauh setiap seniman, adalah orang cerdas. Mungkin yang
lebih tepat adalah, menonton stand up comedy membutuhkan pikiran yang terbuka,
yang tidak menutup diri pada opini orang lain. Karena kalau tidak membuka diri,
komik akan kesulitan dalam menggiring opini ke kepala audiens. Hasilnya,
lawakan yang dilontarkan menjadi tidak lucu. Hal ini seperti yang dipaparkan
oleh Schopenhauer. Bahwa stand up comedy adalah perihal mengubah sebuah
realitas. Bagaimana realitas penonton terhadap satu hal dibelokkan dengan
realitas baru. Kalau si penonton tidak mau menerima realitas awal yang
diberikan komika, maka akan terjadi ketidaksinkronan. Oleh sebab itu, menonton
stand up comedy membutuhkan kewolesan tingkat tinggi.
Jadi, sebetulnya, stand up
comedy sama saja seperti genre melawak lain. Buat saya, tidak ada genre komedi
yang satu lebih cerdas dibanding yang lain. Karena menjatuhkan diri ke gabus,
tidak berarti slapstick lebih bodoh dibanding stand up comedy. Karena konsepnya
memang berbeda. Seorang musisi blues juga tidak mungkin menyebut pemusik grunge
lebih bodoh/ tidak cerdas darinya hanya karena perbedaan genre.
Jawa, Bassist Maliq and
d'essentials, mengatakan, 'Ketika di panggung, kamu harus berkata dalam hati
bahwa IM SUPERSTAR! Gue lebih oke dari lo semua! tapi ketika tidak di panggung,
kamu harus easy going, rendah hati, dan tetap mau belajar sama siapapun.'
…
Sekali lagi, tulisan
tersebut adalah murni pendapat gue pribadi. Jadi, gue tidak mempermasalahkan
apakah kalian harus setuju atau tidak. Kalau ada yang mau main ke akun kompasiana
gue, silakan klik link ini. Kalau kalian pengin beli book keriba-keribo dengan
rupiah, klik tulisan ini. Kalau mau membeli ebook dengan cara ngetwit, kliklink ini.
Keren bang tulisannya. Otak gue berasa kenyang dikasih makan tulisan 'enak'.
ReplyDeleteMakasih, uus. Haha ini pas lagi iseng aja sebenernya. Eh gara-gara banyak yang tertarik, jadi dimasukin sini deh.
DeleteDari awal ngebaca udah manggut-manggut juga dibs. Ciee yang tulisannya jadi headline di kompasiana. Traktir ebook berbayar traktirr! *eh. Overall, such a fresh and great opinion.
ReplyDeleteCiee. Biasa aja kewles. Traktir? kan ada itu yang gratis, cuma bayar pake ngetwit. :))
DeleteTulisannya keren kak. Kalo ada options like, pasti banyak like :))
ReplyDeleteHihihi. Masa sih, jadi malu. \:3/ *tabrakin diri ke dinding*
DeleteGile, tulisannya berbobot nih.
ReplyDeletemenurut gue, kenapa stand up disebut lawakan cerdas, selain karena seringnya menyisipkan pesan moral, itu karena komik biasanya membuat penontonnya ikut berpikir, dan akhirnya penonton akan berkata 'Iya juga ya' atau 'bener juga sih' dll. Jadi bukan cuma asal ketawa doang. Tapi nggak semua juga sih.
Oke, ini cuma opini :))
Tapi kadang ada yang padahal emang otaknya cetek dan gak ngerti lawakannya, jadi ikut-ikutan ketawa karena takut dikatain. :))
Deletewih keren bang..
ReplyDeletebener memang cerdas, karena membuat setup dan punchline nya itu mesti ditulis dulu..
sebenernya mah yang namanya seni gak ada yang paling bagus, karena setiap orang menilai keindahan kesenian itu berbeda-beda. caileh gue sotau
ya kayak misal musik blues lebih keren daripada dangdut, tapi untuk penggila dangdut, pasti kerenan dangdut dong. gitu hoho :D
Yoih. Betul sekali anak muda. (m)
DeleteWih. Tulisannya keren abis. Gue setuju sama isi tulisan lo, di!.
ReplyDeleteBro fist dulu deh kalo gitu. (m)
DeleteSetuju. Btw, lo gak kenapa-kenapa kan, Di? Baik-baik aja kan? Tumben banget nulis beginian.
ReplyDeleteNggak papa. Ini pas kebetulan lagi kebanyakan nyemilin bumbu mie kayaknya. :))
Deleteanjirrr berat banget tulisannya. sebenarnya ini masalah mindset orang yang udah ter-kotak-kotakan bahwa stand up comedy itu pasti lucu dan cuman orang cerdas yang bisa paham dan menikmatinya.
ReplyDeletesebaliknya, slapstick adalah komedi bodoh yang hanya orang bodoh yang bisa tertawa dengan komedi menjatuhkan diri ke gabus. kira-kira begitu, pikiran orang awam sudah di setting dengan default seperti itu sih, menurut gue
Nghooh.. mindset. Bukan miniset loh ya. \:D/
DeleteGak heran sih kalo ini bisa masuk headline kompasiana..
ReplyDeleteGue sih malah heran. Tapi nggakpapa deh, jadi ada postingan di blog. Hahaha!
Deleteopini yang bagus hohoho. mungkin karena baru dan berbeda jadi stand up comedy "sedikit" diagungkan, padahal ya sama saja dengan comedy lain tujuannnya. masalah pesan moral itu cuma bonus, banyak pesan moral tapi gak ketawa? ya percuma
ReplyDeletekeren abisss....susah untuk berkata2...
ReplyDeleteBro keren! Tapi, kayaknya dasar Stand Up Comedy bisa dipakai, loh, buat nulis komedi. Terutama tentang setup sama punchline itu :)
ReplyDeleteJoin balik, ya, bro! kurussaurus.blogspot.com :D
Lu keren brow.. emang bener..mayoritas komik menganggap slapstik adalah comedy rendahan..
ReplyDeleteDan beberapa comic menganggap dirinya cerdas banget... Apaan sih lu lawakan kuno..gitu..
Canggih brow tulisan lu..kereen..kereen