//Ini adalah
postingan misterius//
…
Halo, salam
semuanya.
Aku adalah si merah. Oke, sebenarnya
merah hanyalah nama tengahku. Terserah tuanku mau menambahkan apa pada depan
dan belakang namaku. Si Merah Butut, Mesin Merah Biadab, Benda Merah Sialan.
Iya, apapun. Tuanku memberiku nama tengah merah karena warnaku. Bukan merah
setara malu-malunya wanita, tapi merah pijar api. Merah redam. Sayangnya, tuanku
tidak menyukai warna merah. Ia lebih menyukai warna susu, atau hitam, atau
biru. Ia hampir menempeliku dengan lembaran kertas warna susu supaya sesuai
dengan kesukaannya. Namun, untungnya hal itu belum terlaksana. Jadilah aku masih
menyala-nyala sampai sekarang.
Aku sebenarnya bukan benda mati. Aku
benda hidup, sama seperti manusia, sapi, kuda, mangga, hiu, ilalang, meranti. Aku
hanya berpura-pura mati ketika tuanku menekan-nekan tubuhku. Aku tersenyum
walau tuanku tidak tahu. Ia terlalu serius menatap kalimat-kalimat di layarku.
Menggonta-ganti kata, membuat unsur-unsur komedi, memanipulasi alphabet,
memukul-mukul spasi, membenamkan backspace.
Lihat saja, sekarang aku juga bisa menulis. Benar, menulis, seperti yang
dilakukan tuanku pada halaman-halaman sebelum ini.
Awalnya aku jengah karena harus
memelototi rambut yang dianggapnya lurus itu. Huh, lurus apanya. Mencong
sana-sini begitu mengaku lurus. Tak ada malunya dia. Tetapi, lama-kelamaan aku
menikmati juga tekanan jemarinya pada tombol-tombolku. Aku mulai mengenalnya—tuanku
yang berbadan ceking itu—saat ia rajin menulis. Ia jadi tidak terlalu
memperbabu aku. Ia mulai rajin merawat dan mengelus-elus badanku. Mengusap dan
meniupi muka—atau dalam bahasa manusia adalah layar—ketika diserang semut dan
debu. Tentu saja kemesraan kami tidak dalam konteks homoseksual. Walaupun aku
jantan dan ia lelaki, tetapi penyamaranku yang membuat manusia mengira bahwa aku
benda mati akan menghilangkan status homo antara aku dan tuanku.
Baiklah, mungkin ini adalah saat
yang tepat untuk aku membeberkan kepada kalian tentang tuanku dan tentang apa
yang kalian pegang ini—keriba-keribo.
Nama tuanku adalah Adi. Kresnoadi
tepatnya. Kesan pertama begitu kalian melihatnya adalah badannya yang
kerempeng, tulang-belulangnya yang padat, keras, seakan hanya dililiti urat dan
ditempeli kulit. Wajahnya datar serupa pelamun. Tuanku—sejauh yang aku kenal—adalah
seorang pemalas. Pemalas bukan sembarang pemalas. Ia pemalas yang bekerja
keras. Pola pikirnya sedikit edan, mungkin itu yang membuat rambutnya
belingsatan ke sana-sini. Di antara warna susu, hitam, dan biru, tuanku adalah
si maniak biru. Jangan heran kalau kau melihatnya berwarna biru dari kepala
sampai tumit. Biru, biru, dan biru. Maka pesanku satu: jangan sekali-kali kau ceburkan
tuanku ini ke laut. Selain perenang yang buruk, ia juga sulit dibedakan dengan
warna air.
Tuanku, tuanku. Dialah seorang cuek.
Ia cuek kepadaku, kepada perempuan-perempuan, kepada lelaki, kepada kuda,
kepada tanah, kepada rerumputan, dan ia cuek kepada dia. Engselku telah menjadi
saksi atas kepayahannya menjadi pemerhati. Seenaknya saja ia meletakkanku ke
ransel, lalu dibawanya belingsatan oleh motor bututnya. Ugal-ugalan. Sekarang, mengangalah
ini engsel kananku. Baru tahu rasa si bedebah itu—untuk kasus yang satu ini,
sepertinya tuanku layak dijuluki bedebah.
Kamis, August 21 2013
Olala. Sesaat setelah wajahku
ditegakkan aku melihat tulisan ‘'free wifi’. Duduk di depanku adalah orang yang
tak ku kenal. Tampangnya sangar. Di mana tuanku?
'Nih.’ Tuanku mendekat, menyerahkan segelas susu kepada pria belah tengah di
hadapanku, kemudian menaruh gelas berwarna hijau di sampingku. ‘Itu kayaknya di belakang kursi ada colokan,
deh. Charger ada di tas. Katanya hape lu batrenya abis.’
Enak sekali mereka, duduk di sofa
empuk. Dapat menenggelamkan setengah pantatnya begitu, sementara aku
digeletakkan di atas meja kayu. Keras, dan… cokelat muda. Huh, aku benci warna
cokelat. Terkesan kotor dan bau.
‘Gimana,
enak ngga?’ tuanku bertanya ke orang di hadapanku.
Kenapa wajah tuanku
mendadak cemas? Ataukah itu minuman rekomendasi tuanku sehingga ia takut kalau
orang di hadapanku ini tidak suka?
…
//bagian pertama//
Nasib kita sama bang. Sama-sama gak bisa renang hoho
ReplyDeleteHih. Cemen sekali engkau..
Deletesi merah yang misterius, nunggu bagian yang kedua deh :D
ReplyDeleteYosh.
DeleteUdah ketebak dong sama gue...
ReplyDeleteIni cerita tentang laptop lo yang bisa menulis kan?
keren.. keren... Lanjutin dongg. Gantung ceritanya :|
Tunggu. Sesungguhnya postingan ini hanya dapat dipecahkan oleh kaum yang terkucilkan. Apa kamu dikucilkan?
DeleteTidak, aku tidak kutilkan. Bahkan, sekarang aku tidak punya kutil.
Deletesekarang pada ceritain benda mati ya ?
ReplyDeleteKevin juga gitu minggu-minggu lalu. :D
Oh, si Boy itu yaa \:D/
DeleteCeritanya gantung nih, lanjutin dong. Sejauh ini keren.
ReplyDeleteMisterius kan? macho kan gue..
DeleteUntung laptop gue gak gue bolehin nulis di blog, bisa-bisa dia bilang ke semua orang kalo gue paling ganteng, malu kan gue.
ReplyDeleteJelas iya.. temenmu kan kambing semua.
DeleteAku sebenarnya bukan benda mati. Aku benda hidup, sama seperti manusia, sapi, kuda, mangga, hiu, ilalang, meranti.
ReplyDeleteMANGGA?? Sejak kapan Di, sejak kapan??? Ini bener-bener blog yang menyesatkan... Tapi, mengasikkan...
Blog lo kaya mie instans Di, mengandung penyakit. Tapi enakkkkkk......
gua curigation si merah mau di jual. :o
ReplyDeleteAku ga ngerti hikss :(
ReplyDeleteMemang begiu tujuannya.
Delete