Percayalah, tidak semua wanita pandai tawar-menawar.
Gue pun baru
mengetahuinya tadi pagi, sewaktu nyokap minta diantar ke Tanah Abang.
‘Mau ngapain Bu ke
Tanah Abang?’
‘Beli sarung.’
‘Buat apa?’
‘Buat dibagi-bagi.
Kan mau lebaran.’
‘Lebaran?’ karena bingung harus merespon apa, gue hanya
menjawab, ‘Oke.’ Padahal, mah, di dalam hati memekik: ‘LEBARANNYA JUGA MASIH
LAMA!!’
‘Tapi naik umum ya,’
kata nyokap. ‘Kalo naik motor susah nanti bawa belanjaannya.’
‘Baiklah.’
Kita pun berangkat
pukul sembilan menaiki angkot menuju Ciputat. Setibanya di Ciputat, nyokap
(entah kesambet apa) malah masuk ke pasar dan melihat-lihat barang di sana. Tidak
butuh waktu lama sampai gue bilang, ‘Jangan lupakan tujuan kita, wahai Ibuku.’ Kita
pun kembali ke jalan yang benar. Hari belum begitu panas. Gue, yang sama sekali
tidak mengerti dunia per-angkutan umum-an hanya bisa mengekor ke mana nyokap
berjalan.
‘Kalau mau ke Tanah
Abang naik 102, Dek, kopaja,’ kata nyokap. ‘Yang itu.' Nyokap menunjuk sebuah mobil kuning. ‘Kalau yang itu 501.' Nyokap menunjuk mobil lainnya.
'Bukan ke Tanah Abang.’
‘Ogitu. Kalau yang
katanya banyak preman-premannya itu yang mana, Bu?’
‘Itu metro mini. 72.’
‘Ogitu. Kalau yang
14045 itu ke mana Bu?’
Nyokap masuk ke
Kopaja, menghiraukan pertanyaan gue.
Kopaja berjalan.
Pada mulanya, bus semacam metro mini ini tidak terisi banyak penumpang. Hingga
satu per satu ibu-ibu masuk. Benar. Hanya gue dan sopir dan kenek yang berjenis
kelamin laki-laki. Gue sempat khawatir apabila terjadi sesuatu di Kopaja ini,
kami (kaum pria) tidak akan bisa berbuat banyak. Gue pernah baca di internet, ada seorang
preman yang memalaki penumpang ibu-ibu di metro mini, dipukuli oleh seorang
lelaki macho sampai mukanya berdarah. Belakangan diketahui bahwa lelaki
tersebut adalah tentara. Jikalau hal tersebut terjadi di dalam Kopaja ini, paling
juga si preman jadi botak karena dijambak ibu-ibu paruh baya.
Tidak berapa lama,
masuk pengamen yang membawa gitar cokelat usang.
‘Assalamualaikum,’
kata seorang teman pengamen tersebut. ‘Selamat pagi bapak-bapak, ibu-ibu.
Biarkanlah kami menghibur anda semua dengan sedikit lagu dari kami.’
‘ADUH, DEK. IBU LUPA
BAWA RECEH!’
‘Hmm.’
‘ADANYA DUA RIBUAN
NIH. GIMANA DONG. INI MAH, KAN BISA BUAT EMPAT PENGAMEN!’ seru nyokap. ‘KITA “MAAF”
AJA DEH, DEK!’
‘Iya, Bu. TAPI NGOMONGNYA
NGGA USAH DI DEPAN PENGAMENNYA JUGA KALEE!!’
‘He… he…,’ tawa
nyokap, maksa.
Setelahnya, semakin
banyak ibu-ibu yang memasuki kopaja. Bukan hanya kursi penumpang, mahluk tua
itu juga memenuhi koridor. Berdiri sambil pegangan semacam tiang yang menempel
di langit-langit kopaja. Berdesakan. Sang kenek susah bergerak untuk meminta
ongkos. Aroma keringat dan ketek bertempur.
11.24 AM:
Sampai di Tanah
Abang, kami segera memasuki pasar untuk membeli sarung. Tidak seperti
kebanyakan ibu-ibu yang kalau mau menawar sangat jago, level tawar-menawar
nyokap hanya semata kaki (cetek abis). Setiap mau nawar, nyokap nanya
dulu, ‘Pak, ini boleh barangnya saya tawar?’
Sungguh seorang ibu yang
sangat santun.
Satu hal yang gue
tahu tentang cara perempuan menawar adalah, mereka menjelek-jelekan barang dagangan.
Contohnya seperti ini:
‘Ini baju berapa
harganya?’
‘Seratus ribu.’
‘Alah. Baju kayak
gini doang mahal amat. Tuh, tuh liat, tuh jahitannya udah lepas-lepas gitu!’
‘Tap-‘
‘Udah, lima puluh
ribu, ya?’
Lalu si pedagang memperbolehkannya
dengan tersedu-sedu.
Berbeda dengan yang
dilakukan para wanita kebanyakan, nyokap punya trik tersendiri dalam menawar:
mencari sekutu. Benar. Sebelum menawar, nyokap akan memanggil ibu-ibu sekitar
untuk ditanyai harga yang pas untuk sebuah barang. Dan biasanya… gagal.
Biasanya,
nyokap akan bertanya, ‘Bu, Bu, kalau di tempat Ibu, baju beginian berapa? Ngga mungkin
kan seratus ribu?’ Kemudian Ibu-ibu yang ditanya hanya senyum meringis, ‘Heee..’
Meski demikian,
nyokap punya cara alternatif. Gue menamainya dengan: Strategi Membuat Pusing.
Cara yang dilakukan nyokap adalah sebagai berikut: nyokap akan bertanya tentang
apa saja yang ada di dagangan tersebut, berharap si pedagang lengah, kemudian
nyokap akan menurunkan harga dengan tiba-tiba.
‘Mas, mau lihat
mukena yang itu!’ nyokap menunjuk sebuah mukena berwarna pink.
‘Oke.’
‘Ini berapa
harganya?’ Tanya nyokap, sambil membuka mukena tersebut, lalu menebarkannya di
atas toko.
‘Kalau kodian
seratus ribu.’
‘Kalau yang ijo itu?’
‘Dua ratus lima
puluh ribu.’
‘Kalau yang itu? Yang
itu? Yang itu?’ Tanya nyokap bertubi-tubi.
‘Ha? Yang mana tadi?’
‘Tidur.’ Nyokap
menjentikkan jari. Tukang mukena tidur. Nyokap mengambil mukena lalu tertawa licik.
Menang.
12.17 Pm:
Kita berhasil meraup
dua kodi sarung dan delapan mukena (tanpa membuat tukangnya tidur, dan tanpa
nawar karena nyokap malah terkagum-kagum dengan mukenanya. Katanya: ‘Iya,
inimah bagus, ya. Harusnya bisa lebih mahal lagi ini, Bang harganya.’). Kita pun
memutuskan untuk makan siang di sekitar pasar. Sumpah, ini adalah tempat makan
yang paling mirip dengan metro mini. Tempatnya penuh, sulit untuk berjalan,
lantainya cokelat seperti terkena sepatu yang berlumpur, dan pelayannya
teriak-teriak persis kenek,
‘Yo, yang ayam bakar
yow!’
‘Yo, yang es jeruk
yow!’
‘Es teh manis teh manis
teh manis!’
Nyokap makan dengan
lahap. Katanya, makanannya enak-enak. Gue sendiri kebalikannya, makan dengan
lemas. Menurut gue, makan dengan keadaan tidak nyaman sangatlah ngga enak. Gue
lebih memilih makan di tempat yang nyaman walaupun rasanya agak ngga enak.
Beruntunglah gue keluar dari restoran ini tidak meloncat dengan kaki kiri
terlebih dahulu seperti yang orang-orang lakukan ketika turun dari metro mini.
12.30 Pm:
Kita pulang dengan
kendaraan yang sama: Kopaja. Gue berdiri gantungan sepanjang perjalanan. Keren.
Gue merasa macho. Pantaslah gue dibilang anak metro sejati.
Hahahaha nyokap lo kereeeeennnn. Gue pinjem jurus "dua ribu untuk 4 pengamen" yak :))
ReplyDeleteHahahaha nyokap lo kereeeeennnn. Gue pinjem jurus "dua ribu untuk 4 pengamen" yak :))
ReplyDeleteNanti balikin yak.
DeleteKok, lo tau banget trik menawar ibu-ibu, Di? Hahaha.
ReplyDeleteSumpah. Itu. Bener. Banget! Dan, nyokap gue kalo nawar selalu terapin trik menjelekan barang si penjual. Hingga menjurus pemaksaan. Like a perampok.
Kalau bisa, sekalian jelekin Abang penjualnya semisal dengan berkata, 'Bang, kok item sih?' niscaya barangnya jadi lebih murah... dan jadi lebih mudah digampar Abangnya.
DeleteTrik menjelek-jelekkan barang dagangannya malah jadi trik terkagum-kagum dengan barang dagangannya. X))
ReplyDeleteYang sering gue lihat orang pura-pura pergi gitu biar pedagangnya luluh. Tapi sekarang pedagang udah hafal trik itu --
ReplyDeletenyokap lo selain jago nawar juga ahli hipnotis tuh haha xD
ReplyDelete