Akhirnya aku akan membocorkan cerita ini. Kuberi tahu kau satu
hal: cerita ini fiktif. Meski begitu, aku tak menyarankanmu untuk memberikannya
kepada orangtuamu. Ini buruk bagi kejiwaan orang yang sudah berumur dan
tempramen. Apabila kau ngeyel dan tetap memberi tahu orangtuamu, niscaya kau
tak kan mendapat uang jajan keesokan harinya.
Cerita ini bermula
saat dua bulan yang lalu. Ketika itu aku berada di ruang tiga-C, di tempat
biasa aku berdiri, di depan bocah yang biasa pula.
Mereka—para bocah
itu—seperti biasa pula, banyak bertingkah jika aku membuat sebuah permainan.
Permainan asah otak. Mereka sangat ramai. Berkebalikan denganku.
Aku di rabu pahing
itu lebih banyak diam. Mengingat-ingat Nina, anak sulungku yang baru saja
tiada. Malam sebelumnya, kata suamiku, ada orang yang mendatangi Nina di hutan
dekat rumah. Orang itu mengaku dari Jakarta. Ia memberi Nina sebungkus permen,
dan Nina melahapnya. Masih kata suamiku, melalui orang itu, ia membawa Nina ke
rumahnya. Rumahnya besar dan pondasinya dari kayu. Rumah orang kaya. Setelahnya
Nina ditemukan tergeletak dengan mulut berbusa.
‘Mobiiil, mobiil!’
‘Cobalah lebih
spesifik, Nak,’ kataku.
‘Ayoo Dominikus, kau
pasti bisaa!’
‘Ayooo! Ayooo!’
Aku mengambil
sepotong kapur tulis dan menuliskan sesuatu di papan: bus.
‘Buuusss!! Buusss!!’
para bocah saling sahut dan tertawa, wajahnya menampakkan kebahagiaan.
Ruangan ini diisi
oleh anak dari umur tujuh hingga lima belas. Meski berbeda umur, mereka
memiliki satu persamaan: kulitnya seperti lumpur. Mereka tertawa riang. Aku
menutup kelas bahasa pagi itu, bersiap mengunjungi makam Nina, tidak jauh dari
rumahku.
Di perjalanan, hatiku
mendadak gelisah. Aku tahu bahwa di belakangku ada orang. Bunyi daun-daun
kering yang terinjak itu bukan hanya disebabkan kakiku. Pasti ada orang lain.
….
Cerita penuhnya dapat diliat di sini: goo.gl/pf65oW login-nya bisa lewat twitter dan facebook, kok. Jadi jangan lupa berkomentar ya.
Atau mata kalian akan bisulan. Hihihi.
Bagi yang mau ikutan, kompetisi ini masih panjang loh, cek aja di
sini. Mari meramaikan!
*cerita ini diikutsertakan dalam kompetisi menulis cerita inspirasi.co
* Maaf kalau ceritanya jelek ya. Gue kan biasa nulis cerita komedi yang ringan-ringan. Begitu disuruh cerita inspirasi langsung mabok. Hehe. Dan, terlebih lagi panjang cerita maksimumnya enam ratus kata. (tetap mencari excuse..)
Asah kemampuan buat cerpen terus nih kayaknya bang :) lanjut terus dah, itu cerpen-cerpennya keren keren, gue juga pengen belajar :'')
ReplyDeleteGood luck buat kompetisinya ya!
Hahaha. Itu gara-gara ada lomba itu aja sih. Masih cupu banget gini. Siap, thanks, Fi.
Deletehahaha ceritanya ngocol banget ya bang :D mampir ah ke full ceritanya hehe
ReplyDeleteSilakan. Dan mari berkomentar untuk menambah pahala.
DeleteTumben, Di. Cerita lo gak nyeleneh kayak biasanya. Hahaha.
ReplyDeleteDan, seperti biasanya, cerpen lo bagus. Ohiya, gue kurang serek sama penjuriannya. Masa juara 2 dan 3, gak liat dari kualitasnya sih. Cuma perlu banyak komentar sama share. Hadeh.
Ini masih cupunista, Mat. Dan maka dari itu, berkomentarlah.
Deletewaduh,,,bikin penasaran saja...ternyata sambungannya ada di tempat lain,
ReplyDeleteselamat berlomba saja kalo begitu...semoga menjadi yang terbaik...salam :-)
Wah ada juga ia kompetisi ginia :)
ReplyDeletengikut akh broh sepertinya seru nih.
wah bro. lo nulis komedi atau inspirasi gini tetep aja bagus. keren.
ReplyDeletecerpen kayak gini sih yang gua suka
Aaaaakkkkk adiiiii gue ngepens sama looo.. Isshh tulisan lo kece.. Mau komedi atau cerpen.. Ajarinn.. Ajarin... Wokehh??
ReplyDelete