HUANJEEEEEEEEEEEEERRRRR!!
Akhirnya bisa nge-blog lagi, yuhuuuuu!
*bakar mercon*
*tangan gue ikut kebakar* *khilaf*
Gile, gue kangen banget menggerayangi si keriba-keribo ini. Setelah tiga minggu di gunung yang
ngga ada sinyal, internet, dan cewe-cewe seksi, sekarang gue bisa ngenet dan
buka blog ini dan gue akan melanjutkan misi utama gue: mencari cewe-cewe seksi merusak mata kalian
wahai pembaca.
Baiklah, untuk
postingan kali ini, gue akan menceritakan hal-hal yang gue inget selama
perjalanan ke gunung kemaren:
Satu. Sebelum berangkat, sewaktu gue dan Alam dalam
perjalanan ke lapangan tempat ngumpul, kita yang lagi ngos-ngosan bawa tas carrier
disapa oleh seorang cewe satu angkatan (ketahuan dari jaket angkatan yang dia
pakai). Si Alam dipanggil, ‘Hoi, lam, udah siap praktikum nih kayaknya!
Cieeee…’ giliran gue lewat, dia menyapa dengan muka ketakutan, "Misi, BANG!" Wasem!
Kita seangkatan woi! Naik gunung juga belum, hidup gue sudah terhina. Masya
Allah.
Dua. Ngga jauh dari situ tiba-tiba punggung gue encok dan
gue minta Alam buat istirahat sebentar. Mungkin. Gue. Emang. Tua. Njir.
Tiga. Kita berangkat menggunakan truk TNI. Hal ini membuat
gue bingung sendiri. Dengan posisi tempat duduk yang kayak angkot, dan ngga ada
kaca jendela, serta perjalanan ke Sukabumi yang memakan waktu selama tiga jam,
membuat gue harus memilih: Duduk berhadapan dengan cewe yang berarti gue harus
jaim dan jadi patung selama tiga jam penuh, atau berhadapan dengan cowo yang
berarti gue harus tatap-tatapan sama dia selama tiga jam dengan kemungkinan di gunung nanti gue bakal jadi rimbawan ngondek.
Dari Sukabumi kita
beralih ke Cianjur.
Empat. 20 menit setelah membereskan perlengkapan
di mess, gue digodain mbak-mbak masyarakat sekitar. Astagfirullah.
Lima. Ini malam minggu. Gue
dan empat orang teman berjalan-jalan ke pasar malem daerah setempat. Karena
abis ujan deras, jadialah itu alun-alun sepi, becek, dan penuh lumpur. Tinggal
bawa pacul, jadilah kami segerombolan petani salah alamat.
Enam. Berhubung bosen
muter-muter ngga jelas dan kaki udah penuh lumpur, kami memilih untuk membeli
teh hangat dan berbagi kehangatan. Kegiatan standar saat jomblo-jomblo
berkumpul.
Tujuh. Pada waktu yang berbeda. Di warung kopi setempat, oleh salah seorang teman, gue yang
nonperokok ini diajari filosofi rokok. Katanya, yang sering perokok bilang
tentang ‘abis makan mulut asem’ itu cuma ilusi perokok. Padahal mah ngga asem,
cuman enak aja kalau ngerokok abis makan.
Delapan. Katanya lagi, hobi para perokok yang biasa
mengetuk-ngetuk bungkus rokok di dengkul itu biar rokoknya padat. Jadi, kalau
kamu punya pacar dan bodinya kurang padat, tendanglah ia pakai dengkulmu.
Sembilan. Ngga lama setelah pembicaraan tadi
berlangsung, dia menawari gue untuk merokok, dan mukanya hampir gue sundut pakai rokok.
Sepuluh. Setelah berniat menyundut wajah teman gue,
kita berempat disamperin seorang orang gila cewe, dan kita sukses kena palak dua ribu
dan empat gorengan. Kita memang lelaki lemah.
Sebelas. Ngga mau kena perkara, kita kabur ke masjid
setelah dipalak cewe tadi. Dan kita malah dikejar. Panik setengah meninggal,
kita pun ngumpet ke kamar mandi rame-rame. Jadi benar kata petuah itu, melawan
perempuan ngga bisa pakai logika.
Dua belas. Cari aman, kita berputar menuju sisi lain
dari masjid tersebut. Saat memasuki halaman masjid, kita dilempari petasan sama
bocah-bocah sekitar. Kita pelototin dia, dan dia, bukannya takut malah senyum kayak
mafia Indosiar. Senyumnya bersuara, ‘HUAHAHAHAHA.. MATILAH KAU ANAK MUDAAA
HARTA ITU MILIKKUU!!’
Tiga belas. Melihat senyumnya yang licik, kita hampir
punya rencana untuk menggulungnya dalem sajadah masjid.
Empat belas.
Lima belas. Salah seorang teman menemukan ehem momentum-nya di sini.
Enam belas. Kami sempat dua kali naik truk sapi.
Dempet-dempetan. Selain tau rasanya jadi sapi yang digoyang-goyang di dalam
truk, gue juga menemukan beberapa aksi modus yang dilancarkan teman-teman pada
kesempatan desak-desakan ini.
Dari Cianjur kita
beralih ke Desa Sukagalih, desa percontohan untuk kawasan yang mampu hidup
berdampingan dengan hutan.
Tujuh belas. Di sini semua masayarakat menggunakan air
murni dari hutan. Airnya ngocor terus dan malah kebuang-buang. Keren tapi agak
dsayangkan.
Delapan belas. Gue belajar banyak bahasa sunda di sini,
seperti punten, nuhun, punten, dan… punten.
Menuju Taman Nasional
Gunung Halimun Salak
Sembilan belas. Kita sampai ke sebuah tempat bernama Kawah
Ratu. Luar biassssaaaah, sodara-sodara. Keren banget pemandangannya—walaupun
saat difoto tampang gue gitu-gitu aja.
Kita kembali ke
Sukabumi
Duapuluh. Kasus Curandal banyak terjadi di tiap
sudut tempat.
Dua puluh satu. Bersyukurlah bahwa di duniamu yang sekarang
ini, alfamart dan indomaret tersedia di mana-mana.
Dua puluh dua. Pada kesempatan kali ini, gue menyadari,
bahwa bertatapan dengan seseorang dapat membuatmu ngga tidur sampai pagi.
ps: sendal baru yang terpaksa gue beli karena yang lama kena kasus curandal:
![]() |
SEPULUH RIBU! |
Saya berani jadi saksi betapa mengenaskannya menjadi korban curandal.
ReplyDeleteMari sama-sama kita tampar pelakunya pakai sky way.
Deleteceritanya di nomorin gini, keren..
ReplyDeletelain kali bawa petasan kalo gitu, biar bisa bales kalo ada bocah yg ngerjain pake petasan haha
Jadi tingkat kekerenan kamu segitu aja?
Delete